Sabtu, 16 Mei 2015

Best birthday

A week ago was my birthday, best birthday actually.

Minggu, 12 April 2015

Rasa

Saya punya cerita, tentang dua anak manusia.
Mereka berdua sudah kenal sejak masa-masa SMP.
Mereka sama-sama memiliki rasa.
Namun, tidak pernah berani mengungkapkannya. Hingga, yang satu sudah bersama yang lain.
Mereka kemudian melanjutkan ke SMA yang sama. Mereka berdua masih menyimpan rasa satu sama lain. Hingga suatu hari, yang satu merasa sudah cocok dan merasa sudah saat yang tepat untuk mengungkapkan. Namun, yang satu lagi merasa tidak bisa menerima. Bukan karena tidak cinta, tetapi lebih karena bukan saat yang tepat. Tapi mereka tetap akrab menjalin hubungan. Hingga keduanya sudah bersama yang lain, dan saling menjauh.

Sahabat

Sahabat itu tidak lekang dimakan waktu
Sahabat itu tidak terkikis oleh jarak
Meski sudah mempunyai kehidupan masing-masing
Namun, tetap selalu ada bagian dalam diri yang merindu
Merindu untuk berkumpul bersama

Sabtu, 11 April 2015

Disney Princess Tak Lagi Manja

Princess, atau putri dari sebuah kerajaan. Seorang princess digambarkan sebagai sosok yang lemah lembut, penuh dengan tata krama.
Di dalam cerita Disney dahulu, hampir semua putri digambarkan sebagai sosok lemah teraniaya yang menunggu untuk diselamatkan oleh pangeran tampan dari kerajaan entah berantah, kecuali Mulan yang berjuang dan memiliki daya untuk 'memberontak'. Tetapi selebihnya, seperti pasrah menerima nasib dan menunggu keajaiban. Sebut saja Snow White, Rapunzel, Cinderella, dan lain-lain. Namun, kini putri-putri Disney yang baru, sudah berubah. Tidak lagi berpangku tangan. Mereka berjuang untuk diri mereka, sebut saja Merida dalam film Brave dan yang paling booming adalah Elsa, seorang putri dari film Frozen (yang akhirnya dinobatkan menjadi ratu).
Perubahan karakter Disney's Princesses ini sepertinya ingin mengubah stereotipe. Seperti kita tahu, pada jaman dahulu, wanita yang berjuang merupakan hal yang tabu. Namun, tidak untuk dunia modern saat ini. Begitu banyak wanita-wanita yang dengan kesadaran dari diri mereka sendiri berjuang untuk mendapatkan haknya sendiri.

Filosofi Kopi

Dalam beberapa waktu ke depan, Filosofi Kopi yang telah diadaptasi ke dalam film akan segera ditayangkan. Terus terang, saya tidak ada niat untuk menonton filmnya. Alasan pertama, karena sebagus apa pun filmnya, tidak akan pernah sebagus bukunya. Paling tidak ini menurut saya. Beberapa kali saya kecewa dengan hasi film yang diangkat dari buku, seperti film Perfume: The Story of a muderer, dan film terakhir yang paling membuat saya kecewa adalah Supernova, yang diangkat dari novel dengan judul sama. Baru melihat trailernya saja, saya sudah bertekad bulat untuk tidak menonton film tersebut.

Jumat, 10 April 2015

Dilema Uni Eropa Terhadap Eropa Timur

Beberapa waktu lalu, krisis politik di Ukraina menyeruak ke permukaan. Berita tentang Ukraina semakin menjadi headline ketika pada 17 Juli 2014, pesawat dari maskapai Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan MH-17 yang terbang dari Amsterdam menuju Kuala Lumpur dengan membawa 283 penumpang dan 15 kru, jatuh tertembak rudal milisi Ukraina.
Konflik politik di Ukraina, menyebabkan banyak warganya yang mengungsi ke negara-negara di Eropa Barat.
Membicarakan tentang pengungsi,

O kana O Tamui

Sudah sejak beberapa lama saya memutuskan untuk temporary deactivate akun Facebook disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah disebabkan oleh banyaknya kawan di FB yang mem-posting hal-hal yang menurut saya kurang baik, terutama sejak masa pemilu dulu. Namun, di bulan Maret ini, ketika googling resep masakan Coto Makassar, tautan yang saya dapat menghubungkan saya ke FB, dan terpaksa saya membuka kembali akun saya.

Cooking as a healer

Beside running, reading and writing or blogging, I find cooking as a self healing as well. By the time I cook food, whatever it is, I start feeling so happy and less stress. Thanks to endorphin. It's something that our body produces.

Recently, as I wrote before at one of my posts, I always cook almost everyday. Especially at the weekend, I cook special recipes for instance Indonesian authentic cuisines, or other countries' foods mostly Italian pasta. I once cooked Thai's Tom Yam Goong. And the taste was really good.

Here are some of them. Bon appétit ☺����

Sabtu, 21 Maret 2015

Aku

Aku adalah orang yang paling bersedih, karena aku tahu apa yang tidak akan pernah bisa ku miliki. -Alya, Rectoverso.

Saya tahu rasanya menjadi seorang Alya. Ketika begitu mencintai seseoang, namun karena beberapa hal, kita tidak dapat memiliki orang yang kita cinta tersebut. Dan rasanya sangat pedih.

Saya pun begitu.

Minggu, 22 Februari 2015

Captain Phillips

I first knew Tom Hanks from his Cast Away. It was, maybe, more than a decade ago, when I was at elementary.

Selasa, 10 Februari 2015

Movie Review: Miracle In Cell No. 7

[Spoiler Alert]
Menurut saya, film Korea (bukan drama Korea) mempunyai kualitas cerita yang sangat bagus. Hampir setiap menonton film Korea, seperti My Father, A moment to Remember, dan lain sebagainya, saya selalu meneteskan air mata. Film Korea yang saya tonton terakhir adalah Miracle in Cell No. 7, yang tentu saja sukses membuat saya menangis sepanjang film.

Film ini bercerita tentang seorang ayah, bernama Lee Yong-go yang mengalami gangguan mental, bersama anak perempuannya yang masih kecil namun sangat jenius, bernama Ye-sun. Walaupun mempunyai kekurangan, Yong-go tetap berusaha keras menghidupkan anaknya secara layak dengan bekerja sebagai juru parkir. Walaupun hidup sederhana, mereka berdua sangat bahagia. Namun, kebahagian tersebut seketika sirna ketika Yong-go dihadapkan pada tuduhan hendak mencabuli dan membunuh anak seorang komisaris polisi. Yong-go, yang sakit mental, tidak dapat membela diri dan akhirnya dijebloskan ke penjara dan dimasukkan ke sel no 7. Sel tempat para penjahat kelas kakap. Di dalam sel tersebut telah diisi oleh beberapa tahanan dengan berbagai latar belakang.

Mengetahui cerita Yong-go, teman-teman barunya di sel berusaha untuk membantu Yong-go bertemu dengan anaknya. Ye-sun, yang akhirnya tinggal di panti asuhan, bersama dengan anak-anak lainnya dari panti menjadi anggota paduan suara anak-anak gereja yang mengisi acara mingguan di tahanan. Ketika sedang mengisi acara di penjara ini lah, dengan dimasukkan kedalam kardus, Ye-sun yang cerdas dan mampu diajak kerjasama sehingga akhirnya bisa bertemu dengan ayahnya di dalam sel. Cerita terus berlanjut dengan cerita bagaimana para teman-teman Yong-go berusaha menyembunyikan Ye-sun di dalam sel agar tida ketahuan oleh petugas. Hingga pada suatu hari Yong-go diputuskan bersalah oleh hakim dan divonis hukuman mati.

Cerita tidak berakhir begitu saja ketika Yong-go meninggal dihukum mati. Ye-sun, yang akhirnya dirawat oleh kepala sipir, belajar hukum dan menjadi pengacara. Ketika sudah besar, ia berusaha kembali membuka sidang atas nama ayahnya, untuk membuktikan bahwa ayahnya tidak bersalah. Usahanya tidak sia-sia. Pengadilan akhirnya memutuskan bahwa Yong-go tidak bersalah. Walaupun ayahnya telah meninggal, Ye-sun tetap puas karena telah berhasil membuktikan bahwa ayahnya tidak bersalah di mata hukum.

Jumat, 06 Februari 2015

Silsilah keluarga

Sejak kecil, Ayah selalu mengajarkan saya untuk mengenal leluhur. Bahkan saya diberitahu silsilah keluarga Ayah sampai kakek buyut yang semuanya orang Banten asli
Berbeda dengan Ibu, saya hanya tahu sampai kakek buyut pertama.

Dari pihak ayah, yang saya tahu urutannya
1. Ki Urip ( uyut uyut uyut uyut uyut)
2. Ki Said (uyut uyut uyut uyut)
3. Ki Husain (uyut uyut uyut)
4. Ki Ramidin (uyut uyut)
5. Puyang H. Affad (uyut)
6. Muhammad (kakek)
7. H. Fudaili (ayah saya)

Itu adalah urutan keturunan dari pihak ayah.

Dari pihak ibu, yang saya tahu cuma:
1. Manasal (buyut)
2. H. Latief (puyang)
3. H. Abbas (kakek)
4. Hj. Nurmala (Ibu)

Manasal adalah orang Melayu Siak, Riau, yang kemudian merantau ke daerah Muara Rupit, Sumatera Selatan. Bersama saudara-saudaranya yang bernama Manalum dan Manali. Mereka kemudian berkeluarga dengan penduduk lokal dan bernaka pinak. Keturunan ketiganya kemudian menyebar ke berbagai desa yang berada di Kabupaten Musi Rawas Utara, seperti desa Noman, Beringin, Embacang, Karang Jaya, Tanjung Agung, dan lain-lain.

Kisah Perjalanan - 4

Ingatan Raga terlempar kembali ke beberapa bulan lalu. Bulan Juli merupakan bulan yang tepat untuk menghabiskan waktu di Bali. Tempat favorit Raga untuk menginap adalah Tanjung Benoa. Jalanan mulus tidak terlalu sempit yang cukup untuk 4 lajur kendaraan. Wilayah selatan Bali yang cukup tenang. Meskipun berdiri banyak resort dan hotel di sepanjang jalurnya, wilayah Tanjung Benoa tidak sehiruk pikuk Kuta. Bahkan cenderung sepi. Raga sangat menyukai suasana Tanjung Benoa di pagi dan sore hari. Suara musik gamelan khas Bali dan warga yang berjalan membawa sesajen, selalu membuat Raga senang. Bahkan sering pula ada upacara bulan purnama di pinggir pantai.

Raga menginap di sebuah penginapan yang berada di gang kecil persis di seberang Baracuda water sport yang terkenal itu. Penginapan yang cukup sederhana namun fasilitas yang tetap memadai, bisa dibilang cukup lengkap. Pemiliknya adalah sepasang suami istri beragama islam. Raga pernah tinggal di penginapan ini sebulan lamanya. Kebanyakan yang menginap di sini adalah para pekerja asing yang bekerja di resort atau hotel yang berada di sepanjang jalan Tanjung Benoa. Tetangga kamar Raga, adalah seorang manager resort asal Thailand. Ada lagi seorang seorang perempuan cantik asal Filipina yang juga bekerja di hotel. Tidak jarang ada pula tamu asing yang menginap hanya beberapa hari, biasanya mereka adalah turis yang ingin mencoba olahraga air di Tanjung Benoa.

Krisis Identitas

"Di Makassar, aku dianggap orang Padang. Di Padang aku dianggap orang Makassar."
Kira-kira seperti itu lah isi dialog dalam film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk yang dibintangi oleh Herjunot Ali dan Pevita Pearce.

Saya pun demikian, sebagai seorang Pujasuma (Putra Jawa - Sumatera), saya sering mengalami saat-saat demikian. Ayah saya adalah orang Banten asli, sedangkan ibu saya adalah keturunan Melayu. Kakek ibu saya adalah orang Siak Riau yang kemudian merantau ke Muara Rupit, Sumatera Selatan.
Sewaktu kecil, ketika saya masih tinggal di Sumatera, orang-orang di kampung ibu bahkan keluarga saya sering memanggil saya orang Jawa karena kulit sawo matang, tidak seperti kulit orang-orang yang cenderung putih. Saya memang mirip dengan kakek dari pihak ayah yang orang Banten asli. Pada waktu kecil, saya sering marah kalau orang memanggil saya Jawa. Kelas 4 SD, saya pindah ke Kota Cilegon, sebelum akhirnya pindah lagi ke Kota Serang, Banten. Memasuki SMP, teman-teman sering bilang saya orang Palembang (padahal Palembang - Lubuk Linggau, kota terdekat dari desa ibu saya, sekitar 10 jam perjalanan darat. Jauh) karena aksen Sumatera saya yang belum bisa hilang pada waktu itu.

Ketika kuliah, dan merantau ke Depok, saya dibilang memiliki perawakan khas Sumatera karena bentuk rahang saya. Sekarang saya baru sadar (dan menerima dengan lapang dada), bahwa saya memiliki wajah Sumatera tapi warna kulit Jawa.

Kisah Perjalanan - 3

"Wanna get some coffee?"
Tanya Raga akhirnya.

--------

Malam itu Raga mengantar kakaknya yang akan pergi keluar kota melalui Stasiun Gambir. Jam menunjukkan pukul 9 malam. Kereta yang akan membawa Sophia berangkat ke Jogjakarta itu berangkat pukul 1 pagi, Raga menyempatkan diri untuk menemani kakaknya. Mereka bercengkrama dan makan di sebuah restoran cepat saji yang berada di sisi utara stasiun. Pukul 10 malam, Sophia menyuruh Raga untuk segera pulang karena jam operasional commuter line yang hanya sampai pukul 12 malam. Sophia khawatir Raga tidak bisa pulang kalau menunggu hingga ia berangkat. Meski awalnya Raga bersikukuh untuk menunggu hingga kakak perempuannya itu berangkat, dan ia akan pulang dengan menggunakan taksi, namun Sophia menolak usulan Raga. Ia tetap khawatir karena naik taksi pun belum tentu aman disebabkan oleh modus kejahatan yang terjadi akhir-akhir ini di dalam taksi. Raga akhirnya menurut.

Untuk naik KRL Jabodetabek, Raga tidak bisa naik dari Stasiun Gambir karena KRL tidak berhenti di stasiun tersebut. Stasiun KRL terdekat dari Gambir adalah Stasiun Juanda di utara dan Gondangdia di selatan. Ia memilih naik dari Juanda karena aksesnya lebih mudah terutama karena banyak ojek.
Sudah malam begini, KRL belum juga sepi. Gumam Raga. Ya, KRL di hari kerja memang selalu ramai bahkan hingga tengah malam. Ketika sedang menunggu, Raga dikejutkan dengan sesosok mahluk yang tiba-tiba berdiri persis di sampingnya. Mahluk tersebut adalah Gani. Sahabat Raga, dulu. Terakhir kali mereka bertemu sekitar enam bulan yang lalu. KRL yang akan membawa mereka akhirnya datang. Gani rupanya baru saja pulang kerja. Habis lembur. Jawab Gani yang disambungnya dengan pertanyaan:
"lo sendiri abis dari mana jam segini masih di stasiun?' Raga pun menjawab "Abis nganterin kakak ke Gambir."  Jawab Raga sekenanya.
Rupanya, hingga saat ini, kebekuan di antara mereka berdua belum juga mampu mencair. Setelah saling menyapa, mereka berdua lebih banyak diam.

Di dalam gerbong kereta, Raga dan Gani tidak mendapat tempat duduk, dan mereka pun masih lebih banyak diam. Raga tidak berusaha untuk membuka obrolan, begitu pula Gani. Raga turun dua stasiun sebelum Gani turun. Beberapa stasiun lagi, Raga akan turun.

"Wanna get some coffee?"  tanya Raga akhirnya.
"Right now? Udah kemaleman Ga, gua."
"Ayolah, udah lama nih ga ketemu dan ngobrol-ngobrol?"
"Gimana kalo besok Jumat aja. Malem abis gue kerja, kita ketemu?"
"Oke. Ntar kontak via whatsapp aja."


------

Sesampainya di apartemen miliknya, Raga langsung membersihkan diri di kamar mandi. Selesai mandi, Raga langsung bersiap-siap tidur dan mematikan lampu. Namun, rupanya Raga tidak bisa tidur. Ia terus menatap ke luar jendela yang dibiarkannya terbuka tanpa gorden. Tampak cahaya lampu dari gedung apartemen sebelah. Bukan hanya kerlip lampu yang mendistraksi Raga. Tapi, pertemuannya dengan Gani malam ini, terus membuat Raga teringat akan kejadian beberapa tahun lalu. Tepat tiga tahun setelah konflik yang terjadi di antara mereka, sejak saat itu hubungan persahabatan mereka tidak lagi sama. 
Malam ini, Raga terus berusaha mengurai jalinan benang kusut hubungannya dengan Gani. Raga tidak pernah tahu apa yang menyebabkan Gani tiba-tiba seolah membencinya dan menjauh. Diurainya secara perlahan kekusutan tersebut, namun tak juga ia temukan simpul yang mampu menguak akar konflik tersebut. Yang Raga ingat, beberapa bulan setelah ia putus dengan Sekar, ia masih berhubungan baik dengan keduanya. Hingga suatu hari, Gani yang adalah sahabat Sekar dan Raga, berkumpul dalam acara reuni organisasi kampus di sebuah kafe di Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, Gani tiba-tiba berubah. Sebelum-sebelumnya, Raga dan Gani selalu berpelukan ketika bertemu. Namun, kali ini Gani berubah menjadi begitu ketus terhadap Raga sepanjang pertemuan tersebut. Mereka hanya bersalaman. Raga pun tidak dapat menyembunyikan kekesalannya atas sikap Gani tersebut. Sekar berusaha mencairkan suasana, namun tidak juga berhasil meredam perang urat syaraf diantara dua sahabat tersebut. Raga menjadi lebih banyak diam. Bahkan ketika teman-temannya yang lain sudah datang dan berbincang, Raga diam mematung tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Hingga akhirnya Gani menyerang Raga dengan kata-kata yang membuat Raga sakit hati:
"Diem mulu lo dari tadi, udah kaya orang bisu aja." Dengan sinis Gani menatap Raga.
Raga yang sudah tidak tahan dengan perlakuan Gani, akhirnya memilih pulang dengan berpamitan kepada Sekar.

Puncak sakit hati Raga terhadap Gani adalah ketika secara tidak sengaja ia membaca percakapan Gani dan Sekar di sebuah media sosial. Hal itu terjadi beberapa bulan setelah kejadian di cafe tersebut, Raga akhirnya jadian dengan Rena. Dalam percakapan tersebut, Gani mengumpat Raga yang sudah memiliki kekasih, padahal baru enam bulan putus dari Sekar. Sejak saat itu, Raga tidak mau lagi bertemu dengan Gani dan Sekar. Bahkan dalam acara reuni organisasi kampus sekalipun. Raga memilih untuk tidak datang. Bagi Raga, hubungannya dengan Sekar sudah berakhir jauh sebelum ia memutuskan untuk bersama dengan Rena. Bagi Raga pula, tidak ada di dalam kamusnya untuk balikan dengan mantan. Menjadi sahabat mungkin, tapi untuk kembali menjalin hubungan sebagai kekasih, adalah hal yang 'haram' bagi Raga. Menurut Raga, Gani tidak berhak untuk mencampuri urusannya dengan Sekar. Toh yang memutuskan hubungan adalah Sekar. Sebagai sahabat, Raga tidak meminta
dibela oleh Gani, tapi paling tidak Gani tidak usah berpihak dan malah memusuhinya. Itu yang selalu dipikirkan oleh Raga.

Enam bulan yang lalu, Raga akhirnya mau ikut berkumpul dalam acara reuni organisasi kampus sebuah kafe. Di sana, ia bertemu dengan Gani dan Sekar. Raga sudah memaafkan Gani. Begitu pula Gani. Namun, terjadi kekikukan dan kebekuan di antara mereka. Seperti masih ada sekat pembatas yang menghalangi mereka untuk dapat kembali seperti dahulu. Sekat yang sampai saat ini Raga tak tahu apa. Dalam pertemuan tersebut, tidak ada percakapan intens antara Raga dan Gani. Hanya percakapan sekedarnya.

Raga selalu menunggu momen yang pas untuk menyelesaikan masalah yang ada di antara mereka berdua. Momen yang sampai saat ini belum ia temukan. Bagi Raga, kebekuan hubungannya dengan Gani tidak akan pernah hilang jika tidak diselesaikan dan ditanyakan akar masalahnya. Raga berharap, pertemuannya esok dengan Gani mampu menyelesaikan masalah. Tidak peduli hubungannya nanti dengan Gani akan mencair atau malah semakin menjauh, yang Raga inginkan adalah ia tahu penyebab masalah tersebut.

Kamis, 05 Februari 2015

Earth Hour 60+

Pada hari minggu lalu, pertama kalinya saya ikut gathering volunteer komunitas Earth Hour Kota Depok di Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia. Apa sih Earth Hour itu? Dan apa tujuannya? Berikut penjelasannya secara singkat.

Apa itu Earth Hour 60+? Berdasarkan penjelasan dari situs resmi earthhour.org, bahwa Earth Hour adalah sebuah gerakan akar rumput di seluruh dunia yang bertujuan untuk melindungi planet bumi, yang diselenggarakan oleh WWF, terutama dalam menghadapi berbagai ancaman terhadap lingkungan. Earth Hour pertama kali muncul pada tahun 2007 ketika Kota Sidney, Australia dengan cara mematikan lampu selama satu jam. Gerakan ini kemudian menyebar dan terus berkembang hingga lebih dari 7000 kota di seluruh dunia melakukan hal serupa. Peristiwa di Sidney ini lah yang menjadi pemicu munculnya gerakan yang lebih besar di seluruh dunia. Untuk tahun ini, puncak dari perayaan Earth Hour sendiri adalah dengan mematikan lampu pada pukul 20:30 - 21:30 waktu setempat pada tanggal 28 Maret 2015.

Earth Hour saat ini tidak lagi hanya sebagai gerakan mematikan lampu, tetapi juga gerakan untuk peduli lingkungan. Seperti penggunaan botol plastik, penghematan energi tak terbarukan, pengelolaan sampah, dan lain sebagainya. Untuk kegiatan Komunitas Earth Hour - Depok sendiri adalah dengan ikut berperan aktif dalam kegiatan cinta lingkungan, seperti ikut hari Jum'at Bersih yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Depok. Selain itu, komunitas ini juga aktif dalam kegiatan penyuluhan masalah-masalah lingkungan dengan cara melakukan penyuluhan kepada siswa-siswa mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah. Para volunteer sendiri dibagi per kecamatan, karena saya tinggal di Margonda Raya, maka saya ikut menjadi volunteer Kecamatan Beji. Sebelum melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah, komunitas ini aktif berkumpul untuk membahas apa saja yang akan dilakukan di sekolah-sekolah di kecamatannya masing-masing. Untuk ikut gerakan ini sendiri tidak perlu menjadi warga Depok, bahkan beberapa volunteer ada yang berasal dari Bekasi, Bogor, Jakarta. 


Kamis, 29 Januari 2015

Life is a Mess

I thought life would be  simple if I go with the flow. Nope. Life is messy though. Even if I plan it, life is still a mess. Then I just follow what and where it brings me to, but life gets messier and messier.

Thought life would be simple. It is not. Will never be.

Rabu, 21 Januari 2015

Hantu Pencuri Sendok

Waktu awal kepindahan saya ke apartemen, saya membeli satu set sendok garpu mulai dari yang kecil sampai yang besar yang setiap biji sendok garpu mempunyai tempatnya masing-masing dalam wadahnya. Jumlah masing-masing 12 buah.
Tapi, sekarang sendok yang saya miliki di dapur tinggal LIMA biji, nasib garpu ga jauh lebih baik dari sendok. Wadah sendok garpu yang sebelumnya terisi penuh, sekarang tinggal setengahnya saja.
Kalau hilang masuk ke dalam saluran tempat cuci piring, rasanya mustahil karena salurannya ditutup dengan jaring-jaring besi rapat. Kalau masuk ke dalam tempat sampah, selalu saya cek benar-benar setiap selesai mencuci piring dan memasukkan sampah ke dalam kantung sampah.

Sebenarnya saya tidak percaya dengan cerita-cerita hantu. Tapi, sejak saya pindah banyak sekali kejadian aneh-aneh di apartemen. Mulai dari hantu yang tertangkap kamera Snapchat yang kemudian viral diantara para penghuni apartemen, sampai cerita sepupu saya sendiri yang mendengar 'bisikan'. Ceritanya, pada malam minggu, dia sedang bertandang ke apartmen. Ketika itu, ia sedang menelpon pacarnya. Ia memilih untuk menelpon di depan pintu kamar saya, di koridor yang sepi. Sedang asyik-asyik menelpon, tiba-tiba pacarnya nanya:
"Kamu lagi dimana?" Sepupu saya jawab bahwa dia lagi di koridor. Kemudian pacarnya tersebut maksa dia masuk ke kamar. Sepupu saya heran, namun tetap masuk. Ketika sudah di dalam kamar, baru pacarnya tersebut bilang bahwa dia mendengar suara di telepon "jangan ganggu Dian.... Jangan ganggu Dian". Padahal waktu itu koridor sepi, saya pun di kamar menonton tv, dan kamar saya lumayan kedap suara. Dan anehnya, sepupu saya itu bahkan ga denger apa-apa.

Sering juga, sore-sore, saya yang sedang tidur siang, mendengar suara denting sendok piring kotor di dalam wastafel seperti ada yang acak-acak, atau tiba-tiba sendok yang ada di atas meja jatuh. Mau bilang tikus, rasa-rasanya ga ada tikus apalagi kucing yang berkeliaran. Wallahualam.

Saya sih sampai sekarang biasa aja. Ga pernah ketakutan yang sampai gimana. Malah dibawa seru aja, selama "mereka" ga ganggu dengan menampakkan diri.

Selasa, 20 Januari 2015

Kisah Perjalanan - 2 Move On

"Ati-ati, hai setitik, rusak move on sebelenga"

Itu lah nasihat yang diberikan oleh teman Raga ketika, Adi, ketika ia tahu bahwa Raga akan bertemu mantannya sore itu.

Sore itu, selepas pulang kantor, Raga mendapat pesan di group whatsapp sahabat-sahabatnya. Mantan Raga, Aline, mengajak mereka bertemu. Entah apa yang ada di pikiran Raga saat itu, ia langsung mengiyakan. Lagi ga mau buru-buru pulang juga, pikir Raga. Namun, sahabatnya yang lain tidak bisa datang dengan berbagai alasan. Akhirnya, hanya Raga dan Aline saja yang bisa kumpul pada hari itu.

You know you're falling in love by only hearing her name, your heart beats so hard.

Senin, 19 Januari 2015

Amateur cooker

Chef.
(Kb). Juru masak, kepala, koki

Kata chef terlalu tinggi untuk saya. Just call me a cooker, then, amateur  yet passionate cooker for more than 20 years. Meskipun cooker sendiri berarti 'panci pemasak makanan', tapi mari membuat arti baru, cooker berarti tukang masak, at least in my term.

Entah sejak kapan saya memiliki passion di bidang masak-memasak. Mungkin sejak kecil. Dulu, waktu saya masih tinggal di sebuah desa di pedalaman Sumatera Selatan, tepatnya di Musi Rawas, saya bersama teman-teman sering membuat rumah-rumahan di sebuah padang rumput yang cukup luas di pinggir sungai di desa. Di pinggir padang rumput itu terdapat sebuah pohon beringin yang ranting-rantingnya menjuntai sampai ke air sungai di bawahnya. Di sisi lain padang rumput, bersebrangan dengan pohon beringin tadi, di pinggirnya terdapat beberapa buah kandang kerbau milik salah seorang haji di desa. Kami membuat rumah-rumahan tidak jauh dari pohon beringin. Rumah-rumahan tersebut kami bangun dari ranting kayu dan daun-daunan. Kami bermain seharian dari pagi sampai petang. Sambil sesekali menunggangi kerbau yang sedang makan rumput di tengah padang rumput yang cukup luas itu. Jika sudah waktunya makan, kami akan masak dengan alat yang terlalu sederhana dan tidak sehat tentunya. Mau tahu alat yang kami gunakan sebagai wadah memasak? Kaleng bekas susu kental manis atau bekas sarden, dan tidak jarang seng entah bekas apa. Seng juga biasanya kami gunakan untuk mengiris sayuran. Sebelum berangkat, biasanya kami akan membawa perbekalan seperti beras, minyak, garam, petsin, yang biasanya saya ambil dari dapur tanpa sepengetahuan ibu. Untuk bahan lain seperti sayuran, cabai, dll, kami ambil dari kebun milik warga yang ada di sekitar padang rumput tadi. Setiap dari kami diberi tugas masing-masing, mulai dari membangun rumah dan mencari ranting, menanak nasi di dalam kaleng, mengambil bahan sayuran di kebun tanpa sepengetahuan si pemilik, ada pula yang bertugas mencari ikan kecil dengan pancing atau sauk yang terbuat dari kain bekas, serta orang yang memasak lauk. Saya biasanya kebagian tugas mencari ranting dan daun, serta menumis sayuran di atas seng. Bagaimana rasa makanannya? Bagi saya itu adalah makanan paling nikmat di dunia, walaupun terkadang beras yang dimasak gosong dan lauknya keasinan, tetapi rasanya sungguh nikmat. Apalagi jika kami berhasil menangkap ikan kecil yang kemudian kami bakar. Sebagian mikmat dunia bisa kami rasakan di lidah kami. Hanya di saat bermain ini lah saya memiliki kesempatan untuk memasak makanan yang tidak sehat namun nikmat tersebut, paling tidak nikmat di lidah saya. Bahkan sampai saat ini saya masih bisa membayangkan rasa makanannya, tapi tidak pernah lagi bisa membuat makanan dengan rasa yang sama.

Di rumah? Saya tidak pernah menyentuh alat masak bahkan kompor ibu. Di bawah sistem patriarki yang masih dipegang sangat kuat oleh masyarakat di desa, dapur adalah milik perempuan. Seorang laki-laki sepertinya 'haram' berurusan dengan dapur. Apalagi sampai ada yang memiliki hobi memasak, akan dianggap sangat tidak pantas. Oh God, I hate judgement. Berbeda dengan jaman sekarang. Semakin banyaknya chef laki-laki yang muncul di acara tv, semakin membuka mata masyarakat awam bahwa profesi sebagai tukang masak itu tidak hanya dimonopoli oleh kaum perempuan saja. Bahkan chef  di hotel-hotel mayoritas adalah laki-laki.

Kelas 4 SD, kami sekeluarga pindah ke Pulau Jawa, tepatnya ke Serang - Banten. Dari SD sampai kuliah saya akhirnya bisa memasak, walaupun cuma mie atau telur mata-sapi, ketika ibu tidak di rumah dan tidak ada makanan di bawah tudung saji. Di rumah kami, sistem patriarki masih dipegang, laki-laki adalah yang harus dilayani. Walaupun tidak terlalu haram untuk menyentuh dapur karena masih boleh untuk memasak mie instan atau sekedar memasak air panas untuk kopi atau teh. Bagian masak nasi dan lauk? Masih 'haram'.

Selepas kuliah dan bekerja, saya akhirnya tidak lagi tinggal di rumah. Saya tinggal di sebuah apartemen kecil yang ada dapurnya sendiri. Et voilà, that's the most amazing part of this studio apartment: fully furnished kitchen.! Di dapur, saya mempunyai alat yang cukup lengkap untuk memasak makanan yang rumit sekalipun.

Di dapur kecil ini, saya bebas berkreasi memasak apa pun. Saya bebas memasukkan bumbu sesuka hati ke dalam makanan yang akan saya makan. Makanan yang saya buat mulai dari cookies, pasta, sampai makanan tradisional yang memakai bumbu dapur lengkap. Biasanya, saya menelpon ibu menanyakan bumbu apa saja yang harus saya gunakan untuk memasak suatu makanan, atau dengan cara berselancar di dunia maya mencari resep-resep makanan. Kemudian saya biasa berbelanja bahan makanan ke supermarket yang terletak tidak jauh dari apartemen. Bahkan, jika tidak menemukan yang saya cari di supermarket, saya pergi ke pasar tradisional yang memiliki bahan bumbu lengkap.

Ada kepuasan tersendiri ketika berhasil memasak makanan yang sulit dimasak, terutama makanan Indonesia yang sulit seperti rendang, pindang daging, kuah bakso, hingga pempek. Apalagi kebanyakan orang yang mencicipi makanan yang saya masak itu memuji. Mudah-mudahan beneran enak. Hahaha

Minggu, 18 Januari 2015

Bekasi Punya Pantai

Ayo, tebak! Ini pantai dimana? Coba tebak dulu. Jawab asal jg gapapa. Tebak aja daerah yg mustahil punya pantai kaya gini. Contoh: Bekasi.

Nah, kan. Dibilang juga apa. Jawab asal aja bisa bener! Ya, ini Bekasi. Sumpah beneran Bekasi.
Jadi, tadi setelah Maghrib saya ketiduran. Bangun-bangun  dini hari. Entah dapat ilham dari mana, ambil hp googling "pantai indah di Bekasi". *ya Allah maafkan atas keisengan ini. Bukan maksud menghina Bekasi, tapi beneran pengen tau". Pas ngetik keyword itu, alam bawah sadar langsung demo ga terima: "Iseng amat tengah malem nyari pantai, di Bekasi pula. Mustahil. Tidur lagi, sana!"

Tanpa diduga oleh khalayak ramai: Bekasi punya pantai. Jadi, Bekasi itu bukan cuma mall, pabrik, dan perumahan yang menjamur bak cendawan di musim penghujan. Sama seperti di planet bumi, Bekasi juga punya tempat wisata yang layak dikunjungi. Ya, walaupun selama ini Bekasi sudah terkenal akan Wisata Sabarnya, sih. (Sabar macet, sabar jauh, sabar panas, sabar dihina mulu). Padahal di Bekasi ada Waterboom Lippo Cikarang. Waterboom pertama di Indonesia kayanya. Jaman Bekasi belum dihina, dulu pas SD pernah studi tour ke Lippo Cikarang *ga ngerti, studi tour kok ke wahana air*.

Kembali ke pantai, untuk ukuran Bekasi, ini pantainya indah banget, lho. Walaupun pas googling ternyata aksesnya susah (dibilangnya jauh, dari Metropolitan Mall Bekasi bisa 3 - 4 jam ke Muara Gembong di utara Bekasi. Kalau dari Jakarta, itung aja sendiri. Berangkat abis solat tahajud aja). Tapi, pantainya layak dikunjungi. Katanya, pantai di sana ga cuma satu. Well well well, all is well. We'll see.

Nah, setelah mendapatkan informasi berguna ini, jadi mau ke Bekasi. Insya Allah ntar mau ke Pantai ini, belum tau kapan. (Ntar updatenya lebih bombastis dari pada ini).
#AyoJelajahBekasi #BekasiIndah #BekasiPunyaPantai
*nulisnya udah kaya travel-blogger belum? *sorry for spamming your Path, but Bekasi is worth visiting, isn't it?

Minggu, 11 Januari 2015

Royat

Royat adalah cerita tradisional dari Sumatera Selatan. Umumnya berupa cerita seram. Dulu, ketika saya masih kecil dan tinggal di Sumatera Selatan, saya sering didongengkan tentang royat ini sebelum saya tidur oleh almarhumah nenek. Beberapa cerita yang saya ingat adalah Hantu Bulan Terang, Riwayat Dendam Tak Sude, dan Tebat Gede. Namun, royat yang paling saya ingat  adalah cerita tentang Hantu Bulan Terang. Dari dulu sampai sekarang saya masih sering ketakutan membayangkannya. Tapi demi kelestarian cerita, saya memaksa diri untuk menulis cerita tersebut.

-----------------++++++------------------

Hantu Bulan Terang
Jadi, dahulu kala ada sebuah keluarga yang terdiri dari Bapak, ibu, sama kedu orang anaknya. Mereka tinggal di tengah hutan dan mereka bekerja sebagai petani dengan berkebun. Si ibu biasanya berladang, sementara si bapak kadang pergi ke dalam hutan berburu. Suatu hari, si bapak mengatakan akan pergi mengambil bambu. Namun, hingga keesokan hari, si bapak belum juga pulang. Hingga menjelang malam, si bapak akhirnya pulang. Namun, tanpa basa-basi, si bapak mengajak istri dan kedua anaknya untuk segera pulang ke desa mereka. Istrinya heran dan bertanya:
"Kenapa kok tiba-tiba ngajak pulang ke desa malam-malam begini?"
Si bapak menjawab:
"Di desa sedang ada sedekah dan kita semua harus pulang."
Mereja kemudian berangkat dengan berjalan kaki dari kebun ke desa yang jaraknya berjam-jam. Ketika sedang berjalan di dalam hutan, si bapak berkata: "Kalian jalan di depan saja, bapak di belakang".
Si ibu berjalan paling depan, sambil menggendong si bungsu, sedang si sulung berada di tengah di antara si ibu dan si bapak. Ia berujar: "Pak, ini suara daun dan hembusan angin bikin merinding".
Kebetulan pada malam itu sedang bulan purnama. Ketika sedang berjalan tersebut, si bapak bersenandung dengan suara lirih: "bulan terang bulan semarang, hantu menggiring dari belakang." Senandung tersebut dinyanyikan oleh si bapak berulang-ulang. Si sulung ketakutan dan langsung menggenggam lengan si bapak. Sedangkan si bungsu sudah terlelap dalam gendongan si ibu. Hingga si ibu buka suara:
"Bapak jangan bernyanyi seperti itu, saya dan anak-anak takut."
Sang suami menyahut: "Sudah jalan saja, biar tidak sunyi."
Sepajang jalan, si bapak tetap bernyanyi Hantu Bulan Terang. Hingga pagi hari, akhirnya mereka sampai di desa yang sudah ramai akan ada sedekah. Melihat kedatangan si ibu, warga ramai-ramai menghampiri si ibu sambil menangis. Si ibu akhirnya tahu bahwa keramaian tersebut karena ada sedekah kematian suami si ibu tadi. Ternyata yg semalam menemani mereka pulang ke desa itu adalah hantu suaminya. Suaminya udah meninggal sehari sebelumnya.
Sekian.

Buya Hamka

I got a job from my sister, disuruh bantu dia penelitian tentang Buya Hamka. Dan dia menjanjikan, ya menjanjikan, akan kasih honor. Terus saya bilang "50 ya?" *evil smirk* and then she was imaginably shocked "50 apa? 50% dari honor aku? Yakali, dek."
Setelah negosiasi sebentar, akhirnya dia setuju 50% dari honor bakal filmnya ini akan jadi honor saya. Saya langsung semangat baca buku Ayah yang dikarang oleh Irfan Hamka (anak dari Buya Hamka) yang bercerita tentang kisah Buya. Baru baca halaman awal bagian Pengantar Penerbit, saya buka suara "70 aja gimana?" Kata saya bercanda. "Udah gila, lo. Mana ada cuma bantuin dikit dapet 70% honor (aku)."

Sebenarnya, sih, tanpa dikasih bayaran juga saya ikhlas bantu dia (paling ntar kalo honor dia keluar, usually I insist her to treat me dinner at a fancy resto). Apalagi baca buku termasuk bagian dari resolusi saya tahun 2015 ini. Lumayan juga menambah resensi dan genre buku yang dibaca setelah kemarin membaca buku fiksi, kali ini baca buku biografi dan sejarah.
Penelitian kakak saya tentang Buya ini sebenarnya dilakukan untuk project filmnya dia. Dia jadi asisten penulis skenario salah satu script writer terkenal yang sudah menelurkan banyak skenario film.

Sabtu, 10 Januari 2015

Outing Cimory - Gunung Mas

"Mita: A'a! Taun baru kemana? #kepo

Me: pulau teh. Pulau Gebang *ngemil sampah* Hahaha :D Mit, taun depan nobar yok

Mita: ayok bgt nobar a! Teteh kangen aa bgt, aa sombong gak ada kabar, teteh jg kangen sm teh yuni (Puri). Ayok jadwalin

Me: Aa skrg mmg nonaktif medsos, aktif cm twitter aja *boong eh ke Cimory Riverside aja yok bsk bolang *serius

Mita: plis jgn bsk plis mingdep aja plis plis plis ajak teh Inda jg plis plis plis"

Kira-kira itu lah sepenggal percakapan di twitter pada tanggal 31 Desember 2014. Bisa dibilang secara dadakan akhirya kami berempat pergi ke Cimory Riverside di kawasan Cisarua, Puncak, Bogor. Setelah dibuatkan grup Line yang terdiri dari saya, Inda, Mita, dan Puri, akhirnya diputuskan kami akan ke Cimory Riverside pada hari sabtu, 10 Jan 2015.

Pukul 7 pagi, kami berjanji berkumpul di depan Mabes TNI Angkatan Darat yang berada persis di pintu keluar Terminal Kp. Rambutan. Dari sini kami akan naik bus Marita (AC) atau Do'a Ibu (Non-AC) jurusan Tasikmalaya.

Kamis, 08 Januari 2015

50 Shades of Reading

Holy Crap!

One of my this-year's resolutions is that I have to read more books than I had last year. I'm satisfied that on the first 10 days on January 2015, I have already read two books: Ayahku (Bukan) Pembohong by Tere Liye and Untitled written by a friend of mine, Puri Diah (actually this novel has not yet published and is still under revised. Hopefully it will be published soon since Gramedia forces her to finish it real soon). I'm lucky that I have already read it before it's officially published, merci beacoup, Puy, de me laiser à le lire

And I think I'm now obsessed with book. Since I don't have any books to read in my apartment (I insist not to re-read book that I've had read it for once), so I 'made an effort' to google free-yet-illegal novels to feed my brain and my heart as well, and Holy Crap (Anastasia says this phrase like  a zillion times in the book) I'm suddenly bumped into 50 Shades of Grey by E.L James. I knew about this novel last year when it was published to be made into a real motion picture. Back then, I didn't have any intentions to read the book since it's easier to see the movie, though (And now I figure out how would it be when it's released next month *grin*). But, reading its original in words is more pleasant.

this James' work describes explicitly about, hmmm,,,, I think I don't need to mention it. So, mind yourself before you 'touch' this book.

Selasa, 06 Januari 2015

Air Mata Pertama

Air mata pertama di tahun 2015.
Bukan karena masalah hidup, tapi akibat membaca buku. Somehow I am so sentimental whenever I read a book that touches my heart so deep to the core.
Entah kenapa saya sering stress sendiri karena ga bisa nangis atas semua masalah yang menimpa diri saya. Tapi giliran nonton tv atau novel tentang kehidupan yang sedih-sedih gitu, langsung bisa nangis. Buku Tere-Liye selalu sukses bikin saya nangis. Dulu, buku Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin sukses membuat saya menangis di bab pertama saya membacanya. Saya menangis di dalam bis dalam perjalanan dari Serang ke Depok.
Namun, buku Ayahku (Bukan) Pembohong ini baru membuat saya menangis tepat di akhir bab 25 dan masuk ke bab 26. Tapi sejak itu novel ini sukses membuat dada saya sesak dan nafas tersengal menahan air mata hingga akhir cerita.
(Saya langsung teringat ibu dan ayah, dan langsung terpikir untuk menulis cerita tentang mereka. Ya, agar suatu saat anak cucu saya dapat mengetahui asal usul ayah atau kakeknya dari mana.
Ya, untuk dokumentasi. Tidak seperti presiden, artis atau pesohor yang kehidupannya kebanyakan terdokumentasi dengan baik, kita sebagai orang biasa harus membuat dokumentasi sendiri).

"Nah, Dam, selamat melanjutkan hidup. Apa kata pepatah, hidup harus terus berlanjut, tidak peduli seberapa menyakitkan atau seberapa membahagiakan, biar waktu yang menjadi obat. Kau akan menemukan petualangan hebat berikutnya di luar sana." Kepala Sekolah. Hal 242

Seperti yang dituliskan oleh Sang Penulis bahwa novel ini bercerita tentang pencarian arti kebahagiaan yang sebenarnya. Bahwa kebahagiaan bukan hanya berupa hal-hal materil yang datang dari luar diri kita, yang kesemuanya itu hanya bersifat sementara, melainkan kebahagiaan itu datang dari dalam diri kita sendiri. Kebahagiaan timbul dari kesederhanaan.

Kamis, 01 Januari 2015

Happy New Year 2015

Bonne Année 2015 tout le monde!

Tahun 2014 ini hidup saya pergerakannya sangat fluktuatif sudah seperti roller coaster.

Awal tahun dibuka dengan sebuah langkah yang cukup besar, tapi ditutup dengan berbagai kegagalan.

Kegagalan-kegagalan ini sempat membuat saya, sebagai manusia biasa yang lemah tak berdaya di hadapan-Nya, mengalami stress berkepanjangan.

Untuk itu lah saya memutuskan pergi menyepi di sebuah pulau kecil di Selat Sunda untuk berkontemplasi akan hidup saya ke depannya.