"Wanna get some coffee?"
Tanya Raga akhirnya.
--------
Malam itu Raga mengantar kakaknya yang akan pergi keluar kota melalui Stasiun Gambir. Jam menunjukkan pukul 9 malam. Kereta yang akan membawa Sophia berangkat ke Jogjakarta itu berangkat pukul 1 pagi, Raga menyempatkan diri untuk menemani kakaknya. Mereka bercengkrama dan makan di sebuah restoran cepat saji yang berada di sisi utara stasiun. Pukul 10 malam, Sophia menyuruh Raga untuk segera pulang karena jam operasional commuter line yang hanya sampai pukul 12 malam. Sophia khawatir Raga tidak bisa pulang kalau menunggu hingga ia berangkat. Meski awalnya Raga bersikukuh untuk menunggu hingga kakak perempuannya itu berangkat, dan ia akan pulang dengan menggunakan taksi, namun Sophia menolak usulan Raga. Ia tetap khawatir karena naik taksi pun belum tentu aman disebabkan oleh modus kejahatan yang terjadi akhir-akhir ini di dalam taksi. Raga akhirnya menurut.
Untuk naik KRL Jabodetabek, Raga tidak bisa naik dari Stasiun Gambir karena KRL tidak berhenti di stasiun tersebut. Stasiun KRL terdekat dari Gambir adalah Stasiun Juanda di utara dan Gondangdia di selatan. Ia memilih naik dari Juanda karena aksesnya lebih mudah terutama karena banyak ojek.
Sudah malam begini, KRL belum juga sepi. Gumam Raga. Ya, KRL di hari kerja memang selalu ramai bahkan hingga tengah malam. Ketika sedang menunggu, Raga dikejutkan dengan sesosok mahluk yang tiba-tiba berdiri persis di sampingnya. Mahluk tersebut adalah Gani. Sahabat Raga, dulu. Terakhir kali mereka bertemu sekitar enam bulan yang lalu. KRL yang akan membawa mereka akhirnya datang. Gani rupanya baru saja pulang kerja. Habis lembur. Jawab Gani yang disambungnya dengan pertanyaan:
"lo sendiri abis dari mana jam segini masih di stasiun?' Raga pun menjawab "Abis nganterin kakak ke Gambir." Jawab Raga sekenanya.
Rupanya, hingga saat ini, kebekuan di antara mereka berdua belum juga mampu mencair. Setelah saling menyapa, mereka berdua lebih banyak diam.
Di dalam gerbong kereta, Raga dan Gani tidak mendapat tempat duduk, dan mereka pun masih lebih banyak diam. Raga tidak berusaha untuk membuka obrolan, begitu pula Gani. Raga turun dua stasiun sebelum Gani turun. Beberapa stasiun lagi, Raga akan turun.
"Wanna get some coffee?" tanya Raga akhirnya.
"Right now? Udah kemaleman Ga, gua."
"Ayolah, udah lama nih ga ketemu dan ngobrol-ngobrol?"
"Gimana kalo besok Jumat aja. Malem abis gue kerja, kita ketemu?"
"Oke. Ntar kontak via whatsapp aja."
------
Sesampainya di apartemen miliknya, Raga langsung membersihkan diri di kamar mandi. Selesai mandi, Raga langsung bersiap-siap tidur dan mematikan lampu. Namun, rupanya Raga tidak bisa tidur. Ia terus menatap ke luar jendela yang dibiarkannya terbuka tanpa gorden. Tampak cahaya lampu dari gedung apartemen sebelah. Bukan hanya kerlip lampu yang mendistraksi Raga. Tapi, pertemuannya dengan Gani malam ini, terus membuat Raga teringat akan kejadian beberapa tahun lalu. Tepat tiga tahun setelah konflik yang terjadi di antara mereka, sejak saat itu hubungan persahabatan mereka tidak lagi sama.
Malam ini, Raga terus berusaha mengurai jalinan benang kusut hubungannya dengan Gani. Raga tidak pernah tahu apa yang menyebabkan Gani tiba-tiba seolah membencinya dan menjauh. Diurainya secara perlahan kekusutan tersebut, namun tak juga ia temukan simpul yang mampu menguak akar konflik tersebut. Yang Raga ingat, beberapa bulan setelah ia putus dengan Sekar, ia masih berhubungan baik dengan keduanya. Hingga suatu hari, Gani yang adalah sahabat Sekar dan Raga, berkumpul dalam acara reuni organisasi kampus di sebuah kafe di Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, Gani tiba-tiba berubah. Sebelum-sebelumnya, Raga dan Gani selalu berpelukan ketika bertemu. Namun, kali ini Gani berubah menjadi begitu ketus terhadap Raga sepanjang pertemuan tersebut. Mereka hanya bersalaman. Raga pun tidak dapat menyembunyikan kekesalannya atas sikap Gani tersebut. Sekar berusaha mencairkan suasana, namun tidak juga berhasil meredam perang urat syaraf diantara dua sahabat tersebut. Raga menjadi lebih banyak diam. Bahkan ketika teman-temannya yang lain sudah datang dan berbincang, Raga diam mematung tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Hingga akhirnya Gani menyerang Raga dengan kata-kata yang membuat Raga sakit hati:
"Diem mulu lo dari tadi, udah kaya orang bisu aja." Dengan sinis Gani menatap Raga.
Raga yang sudah tidak tahan dengan perlakuan Gani, akhirnya memilih pulang dengan berpamitan kepada Sekar.
Puncak sakit hati Raga terhadap Gani adalah ketika secara tidak sengaja ia membaca percakapan Gani dan Sekar di sebuah media sosial. Hal itu terjadi beberapa bulan setelah kejadian di cafe tersebut, Raga akhirnya jadian dengan Rena. Dalam percakapan tersebut, Gani mengumpat Raga yang sudah memiliki kekasih, padahal baru enam bulan putus dari Sekar. Sejak saat itu, Raga tidak mau lagi bertemu dengan Gani dan Sekar. Bahkan dalam acara reuni organisasi kampus sekalipun. Raga memilih untuk tidak datang. Bagi Raga, hubungannya dengan Sekar sudah berakhir jauh sebelum ia memutuskan untuk bersama dengan Rena. Bagi Raga pula, tidak ada di dalam kamusnya untuk balikan dengan mantan. Menjadi sahabat mungkin, tapi untuk kembali menjalin hubungan sebagai kekasih, adalah hal yang 'haram' bagi Raga. Menurut Raga, Gani tidak berhak untuk mencampuri urusannya dengan Sekar. Toh yang memutuskan hubungan adalah Sekar. Sebagai sahabat, Raga tidak meminta
dibela oleh Gani, tapi paling tidak Gani tidak usah berpihak dan malah memusuhinya. Itu yang selalu dipikirkan oleh Raga.
Enam bulan yang lalu, Raga akhirnya mau ikut berkumpul dalam acara reuni organisasi kampus sebuah kafe. Di sana, ia bertemu dengan Gani dan Sekar. Raga sudah memaafkan Gani. Begitu pula Gani. Namun, terjadi kekikukan dan kebekuan di antara mereka. Seperti masih ada sekat pembatas yang menghalangi mereka untuk dapat kembali seperti dahulu. Sekat yang sampai saat ini Raga tak tahu apa. Dalam pertemuan tersebut, tidak ada percakapan intens antara Raga dan Gani. Hanya percakapan sekedarnya.
Raga selalu menunggu momen yang pas untuk menyelesaikan masalah yang ada di antara mereka berdua. Momen yang sampai saat ini belum ia temukan. Bagi Raga, kebekuan hubungannya dengan Gani tidak akan pernah hilang jika tidak diselesaikan dan ditanyakan akar masalahnya. Raga berharap, pertemuannya esok dengan Gani mampu menyelesaikan masalah. Tidak peduli hubungannya nanti dengan Gani akan mencair atau malah semakin menjauh, yang Raga inginkan adalah ia tahu penyebab masalah tersebut.
"Diem mulu lo dari tadi, udah kaya orang bisu aja." Dengan sinis Gani menatap Raga.
Raga yang sudah tidak tahan dengan perlakuan Gani, akhirnya memilih pulang dengan berpamitan kepada Sekar.
Puncak sakit hati Raga terhadap Gani adalah ketika secara tidak sengaja ia membaca percakapan Gani dan Sekar di sebuah media sosial. Hal itu terjadi beberapa bulan setelah kejadian di cafe tersebut, Raga akhirnya jadian dengan Rena. Dalam percakapan tersebut, Gani mengumpat Raga yang sudah memiliki kekasih, padahal baru enam bulan putus dari Sekar. Sejak saat itu, Raga tidak mau lagi bertemu dengan Gani dan Sekar. Bahkan dalam acara reuni organisasi kampus sekalipun. Raga memilih untuk tidak datang. Bagi Raga, hubungannya dengan Sekar sudah berakhir jauh sebelum ia memutuskan untuk bersama dengan Rena. Bagi Raga pula, tidak ada di dalam kamusnya untuk balikan dengan mantan. Menjadi sahabat mungkin, tapi untuk kembali menjalin hubungan sebagai kekasih, adalah hal yang 'haram' bagi Raga. Menurut Raga, Gani tidak berhak untuk mencampuri urusannya dengan Sekar. Toh yang memutuskan hubungan adalah Sekar. Sebagai sahabat, Raga tidak meminta
dibela oleh Gani, tapi paling tidak Gani tidak usah berpihak dan malah memusuhinya. Itu yang selalu dipikirkan oleh Raga.
Enam bulan yang lalu, Raga akhirnya mau ikut berkumpul dalam acara reuni organisasi kampus sebuah kafe. Di sana, ia bertemu dengan Gani dan Sekar. Raga sudah memaafkan Gani. Begitu pula Gani. Namun, terjadi kekikukan dan kebekuan di antara mereka. Seperti masih ada sekat pembatas yang menghalangi mereka untuk dapat kembali seperti dahulu. Sekat yang sampai saat ini Raga tak tahu apa. Dalam pertemuan tersebut, tidak ada percakapan intens antara Raga dan Gani. Hanya percakapan sekedarnya.
Raga selalu menunggu momen yang pas untuk menyelesaikan masalah yang ada di antara mereka berdua. Momen yang sampai saat ini belum ia temukan. Bagi Raga, kebekuan hubungannya dengan Gani tidak akan pernah hilang jika tidak diselesaikan dan ditanyakan akar masalahnya. Raga berharap, pertemuannya esok dengan Gani mampu menyelesaikan masalah. Tidak peduli hubungannya nanti dengan Gani akan mencair atau malah semakin menjauh, yang Raga inginkan adalah ia tahu penyebab masalah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar