Jakarta, sebagai kota yang menjadi pusat pemerintahan, pusat ekonomi dan bisnis, pusat kebudayaan, serta pusat segala pusat Indonesia, ternyata juga menyimpan potensi wisata yang cukup besar. Banyak sekali tempat-tempat di Jakarta yang bisa dikunjungi, mulai dari Kepulauan Seribu di Utara Jakarta, hingga Ragunan di Selatan-nya, Kota Tua di Barat Jakarta hingga Taman Mini di Timurnya. Dan kali ini saya akan menceritakan perjalanan saya (lebih tepatnya kunjungan) ke beberapa tempat di Jakarta.
Sebenarnya kunjungan ini saya lakukan secara mendadak. Pada Jumat malam tanggal 10 Oktober 2014, saya membaca salah satu artikel di Hipwee (http://hipwee.com) yang membahas tentang tempat-tempat yang wajib dikunjungi di Jakarta. Tak disangka hal tersebut benar-benar menginspirasi saya untuk berwisata di ke beberapa tempat di Jakarta. Saya segera membuat sendiri daftar tempat-tempat yang akan saya kunjungi di Jakarta selama tahun 2014, we’ll see how many places I could visit this year.
Keesokan hari, tepatnya pada tanggal 11 Oktober, saya bangun subuh dan menunaikan kewajiban. Kemudian tepat pukul 05:00 saya jogging mengelilingi Kampus UI. Butuh waktu yang cukup lama bagi saya untuk dapat mengelilingi Kampus UI dengan rute mulai dari FH – Balairung – FKM – FMIPA, Pusgiwa, FT – FE – FISIP – Fpsiko – FH. Jam 06:15 pagi saya sudah kembali ke apartemen.
Setelah sarapan dan mandi pagi, saya pun siap-siap berangkat. Rencana awal, tempat yang akan saya kunjungi hari ini adalah Monas dan Kota Tua. Saya menggunakan moda transportasi umum Commuter Line (Kereta Rel Listrik) karena merupakan satu-satunya transportasi yang paling efisien di Jakarta dalam hal waktu. Karena hari ini hari sabtu, dimana masyarakat penglaju (baca: warga Depok hingga Bogor yang bekerja/melakukan berbagai kegiatan di Jakarta) libur, sehingga CL tidak terlalu penuh. Walaupun saya tetap tidak dapat tempat duduk, tapi bagi saya CL ini tetap jauh lebih nyaman dibandingkan kondisi pada hari kerja. Saya yang bekerja di Jakarta dan sehari-harinya menggunakan jasa CL ini, sudah terbiasa berdesak-desakan, hingga tergencet, bahkan pernah hampir pingsan dan akhirnya memilih turun dari kereta dan akhirnya pulang tidak kerja. Tetapi menurut saya makin ke sini kondisi CL, dengan perbaikan di-sana-sini, sudah semakin baik walaupun masih jauh dari kata sempurna.
Tempat pertama yang saya kunjungi adalah Monumen Nasional. Untuk mencapai tempat yang paling terkenal di Jakarta ini dengan menggunakan Commuter Line. Karena Stasiun Gambir tidak lagi digunakan sebagai tempat pemberhentian CL, maka harus turun di Stasiun terdekat dari Monas, yaitu Stasiun Juanda atau Stasiun Gondangdia. Jarak antara Stasiun Juanda – Monas dan Stasiun Gondangdia – Monas adalah hampir sama. Dengan berbagai pertimbangan, salah satunya adalah mau mampir di Masjid Istiqlal, saya memilih untuk turun di Stasiun Juanda. Sesampainya di Stasiun Juanda, saya terlebih dahulu mampir di minimarket yang ada di lantai dasar stasiun untuk membeli makanan dan minuman untuk bekal selama menjadi turis sehari ini. Keluar dari stasiun, banyak alternatif angkutan yang dapat digunakan untuk menuju ke Monas, mulai dari ojek, bajaj, hingga busway (dengan terlebih dahulu transit di Halte Harmoni). Saya lebih memilih jalan kaki karena jarak yang tidak terlalu jauh. Untuk menuju ke Monas, kita tinggal menyusuri Jalan Veteran. Lebih mudahnya dengan mengikuti arah jalur rel kereta. Jalanan lumayan teduh karena cahaya matahari terhalang oleh jalur rel yang berada di atas (jalur layang). Selain itu, saya menggunakan kesempatan ini untuk mengambil gambar bangunan-bangunan iconic di Jakarta, seperti Masjid Istiqlal dan deretan bangunan tua berisi kedai-kedai yang ada di sepanjang jalan menuju Monas, salah satunya adalah Kedai Ragusa yang berada di Jl. Veteran. Awalnya, saya berencana untuk mampir terlebih dahulu di Ragusa, kedai es krim Italia yang sudah berdiri sejak zaman penjajahan Belanda, tepatnya pada tahun 1932. Namun, karena masih pagi, kedainya belum buka. Saya pun melanjutkan perjalanan dan tak berapa lama sampai di depan lapangan Monas.
Pemandangan Dari Puncak Monas |
Jam menunjukkan pukul 1:30, saya bergegas menuju pintu keluar Lapangan Monas yang berada di Utara. Bermodalkan Google Maps, saya mencari letak Museum Gajah (Museum Nasional Indonesia). Ternyata letaknya ada di Jl. Medan Merdeka Barat dekat dengan Pintu Selatan. Terpaksa saya harus jalan memutar agak jauh. Untungnya jalan trotoar yang ada di sekitaran Monas sangat lebar sehingga nyaman untuk pejalan kaki. Tapi saya cukup senang, karena dengan jalan memutar ini saya sekaligus bisa melihat bangunan-bangunan penting seperti Gd. Mahkamah Agung, Istana Negara (Istana Merdeka), Mahkamah Konstitusi, dan beberapa gedung kementerian yang sederet dengan Museum Gajah (Nasional). Letak museum berada di seberang Monas. Walaupun jalannya sangat lebar, namun untuk menyebrang jalan cukup mudah karena ada lampu merah khusus pejalan kaki yang berjalan efektif (karena biasanya lampu merah pejalan kaki di Indonesia selalu diabaikan oleh pengguna kendaraan bermotor). Selain di depan Museum Gajah, lampu merah pejalan kaki yang berjalan sangat efektif yaitu yang ada di Karawaci, tepatnya di depan Kampus UPH menuju Benton Junction & Lippo Mall Karawaci (ini yang saya tahu). Saya sangat suka konsep jalan dan cafe-cafe pinggir jalan di sekitar UPH dan Lippo Karawaci ini, sangat bagus. Bersih, teduh dan nyaman. Konsepnya seperti Little Singapore. *sorry out of topic*.
Museum Gajah |
Sampai di pintu masuk Museum Nasional Indonesia, atau yang lebih dikenal sebagai Museum Gajah, saya langsung mengambil gambar tampak depan museum dengan ikon seekor gajah. Itu lah mengapa museum ini disebut juga sebagai museum gajah. Patung gajah itu sendiri merupakan sumbangan dari Raja Thailand (Raja Chulalongkoron/Rama V) pada tahun 1871. Museum Gajah yang merupakan museum tertua di Indonesia dan Asia Tenggara ini didirikan pada tahun 1778. Harga tiket masuk museum pun sangat murah, yakni Rp. 5ribu. Museum ini sangat ramai dikunjungi pada akhir pekan. Banyak sekali anak-anak sekolah berseragam dan juga wisatawan asing. Saya sangat takjub ketika masuk ke dalam museum. Amazing. Ketika pertama kali masuk, kita akan langsung disuguhi oleh banyak koleksi arca dan prasasti yang dimiliki oleh museum. Yang paling menarik perhatian saya adalah Arca Bhairawa yang memiliki tinggi lebih dari 4 meter. Begitu melihatnya, saya langsung teringat sarkofagus yang ada di film Mumi. Arca Bhairawa ini merupakan sebuah patung seorang laki-laki yang memegang cangkir dan keris serta berdiri tegak di atas tumpukan tengkorak. Di koridor dan halaman dalam museum sepertinya memang dikhususkan sebagai tempat koleksi arca dan prasati. Kemudian di bagian belakang museum terdapat ruang koleksi perunggu dari zaman purba, model/maket rumah-rumah tradisional Indonesia dari Sabang – Merauke. Bagian pada sayap kiri gedung dikhususkan sebagai tempat koleksi keramik dari berbagai negara. Sedangkan bagian sayap kanan museum berisi berbagai koleksi budaya dari berbagai daerah di Indonesia yang dibagi ke dalam beberapa bagian, yaitu Papua, Kalimantan, Jawa, Bali, Sumatera, dll. Cukup lama saya berkeliling di dalam museum. Pukul 13:30, saya memutuskan untuk mengakhiri perjalanan saya hari ini. Ketika hendak keluar museum, saya melihat bus wisata City Tour yang dikhususkan untuk berwisata keliling beberapa tempat bersejarah di Jakarta. Namun sayang bus tersebut keburu berangkat ketika saya hendak keluar museum.
Taman Museum Gajah |
Bus Tingkat City Tour |
Saya pun menunggu bus wisata berikutnya. Bus wisata ini memiliki konsep bertingkat seperti bus-bus wisata yang ada di Hongkong, Inggris atau Perancis (yang saya ketahui). Bedanya, bus ini tidak memiliki atap terbuka seperti bus wisata di negara-negara tersebut di atas, melainkan tertutup layaknya bus pada umumnya. Mungkin menyesuaikan dengan kondisi Jakarta yang panas dan berdebu. Hampir 30 menit saya menunggu, akhirya bus City Tour pun datang. Ternyata peminat bus wisata ini sangat banyak, sampai tidak muat. Karena konsepnya adalah bus wisata yang memberikan kenyamanan kepada penumpang, maka penumpang tidak diizinkan untuk berdiri di dalam bus. Jadi, ketika di dalam bus semua kursi telah terisi, penumpang yang tidak kebagian disuruh turun untuk menunggu bus berikutnya. Rute bus ini adalah dari Bundaran Hotel Indonesia (HI) – Pasar Baru melalui Jl. MH Thamrin – Medan Merdeka Barat – Juanda – Pasar Baru – Medan Merdeka Timur – Medan Merdeka Barat – MH. Thamrin. Bus wisata ini pun tidak berhenti di setiap tempat, hanya di titik-titik tertentu yang ditandai dengan rambu bertanda bus dan tulisan City Tour yang terdapat di halte Plaza Indonesia, Museum Nasional (Museum Gajah), Pecenongan, Ps. Baru, Juanda/Istiqlal, Monas 1, Monas 2, dan Sarinah. Saya pun memilih untuk duduk di kursi paling depan di tingkat ke 2 bus. Karena jendela yang besar tanpa penghalang (supir bus ada di tingkat 1), sehingga pemandangan yang disuguhkan lebih baik daripada di kursi lainnya. Selain pemandangan gedung-gedung pencakar langit yang ada di sekitar Jl. MH Thamrin, kita juga disuguhkah informasi melalui rekaman audio melalui pengeras suara mengenai bangunan-bangunan bersejarah di Jakarta seperti Museum Nasional, Sekolah Santa Maria dan Santa Ursula (dua sekolah katolik tertua di Indonesia), Gedung Pos/Filateli, Pasar Baru, Gedung Kesenian Jakarta, Gereja Katedral, Masjid Istiqlal, Istana Negara, Monas, Sarinah, dan terakhir penjelasan mengenai Bundaran HI (tempat paling hips di Jakarta, mulai dari sebagai tempat demo, olahraga (car free day), kampanye, sampai berfoto ria). Setelah puas berkeliling dengan bus wisata, saya memutuskan turun di halte Istiqlal dan menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim. Ini juga pertama kali saya masuk ke dalam masjid, selama ini hanya lewat saja atau melihat suasana dalam masjid melalui siaran televisi pada waktu solat Idul Fitri atau Idul Adha. Saat masuk ke dalam masjid terbesar di Asia Tenggara ini, saya hanya bisa berdecak kagum. Masjid ini begitu besar dan nyaman. Ada rasa tersendiri ketika solat di dalam masjid ini. Masha Allah. Dari halaman masjid, tampak Gereja Katedral yang berada di seberang. Toleransi umat beragama sangat terasa di sini. Semoga Indonesia selalu damai dan terhindar dari isu SARA dan tindakan provokatif lainnya dari pihak manapun. Aamiin
Senja mulai tenggelam, saya pun berjalan menuju Stasiun Juanda yang berada tidak jauh dari Masjid Istiqlal untuk pergi ke Kota Tua. Namun, karena saya ada jadwal berenang pada malam hari, akhirnya saya memutuskan untuk pulang ke Depok. Tidak terasa perjalanan saya hari ini harus berakhir. Ini merupakan perjalanan yang serba pertama bagi saya, terutama pertama kali saya jalan-jalan sendirian, ya walaupun masih berada di sekitaran Jakarta. Sambil menunggu Commuter Line, saya mengambil agenda dan membuat daftar tempat-tempat lain yang ingin saya kunjungi, terutama tempat-tempat di Jakarta dan sekitarnya. Au revoir, aventure.
Tips:
- Selain Tugu Monas dan Museum Gajah, terdapat pula Galeri Nasional yang berada di depan Stasiun Gambir untuk dikunjungi. Biasanya selalu ada pameran-pameran seni yang bagus di sini.
- Jangan lupa membawa bekal, terutama minuman dan makanan. Walaupun banyak pedagang di sekitar tempat-tempat wisata tersebut, tapi kita tidak pernah tau kehigienisannya. Lebih baik mencegah daripada mengobati.
- Selalu buang sempah pada tempat sampah yang telah disediakan oleh pengelola tempat wisata.
- Enjoy your trip :)
Hi there! infonya lengkap bangeeet! Saya rencananya besok mau ngebolang, pengennya sih terakhir ke Art 1, Mondecor tapi kalau nggak keburu Galeri Nasional pun jadi, rute nya saya ikutin yaa ^^ thank you!
BalasHapusHi Aisyah,
BalasHapusYou're very welcome. It's a pleasure to know that this article could be helpful for you or anyone else. Enjoy the city tour!!