Sabtu, 11 April 2015

Filosofi Kopi

Dalam beberapa waktu ke depan, Filosofi Kopi yang telah diadaptasi ke dalam film akan segera ditayangkan. Terus terang, saya tidak ada niat untuk menonton filmnya. Alasan pertama, karena sebagus apa pun filmnya, tidak akan pernah sebagus bukunya. Paling tidak ini menurut saya. Beberapa kali saya kecewa dengan hasi film yang diangkat dari buku, seperti film Perfume: The Story of a muderer, dan film terakhir yang paling membuat saya kecewa adalah Supernova, yang diangkat dari novel dengan judul sama. Baru melihat trailernya saja, saya sudah bertekad bulat untuk tidak menonton film tersebut.

Saya sekarang berprinsip bahwa jika daya sudah membaca versi buku, maka saya tidak akan menonton filmnya. Atau sebaliknya, jika saya menonton terlebih dahulu, maka saya tidak akan membaca bukunya.
Saya sangat menyukai karya Dewi "Dee" Lestari. Awal ketertarikan saya pada karya-karya Dee adalah ketika SMA, guru bahasa Indonesia saya, yang merupakan salah satu guru yang sangat menginspirasi saya yaitu Ibu Herdina Hutabarat, beliau memberikan tugas resensi buku sebagai tugas. Pada saat itu, kelompok saya meresensi buku Perfume: The Story of a Murderer, sedangkan beberapa kelompok lain ada yang mendapatkan buku Djenar Maesa Ayu, yang berjudul Mereka Bilang, Saya Monyet, kemudian Tarian Bumi dari Oka Rusmini, dan Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh dari Dewi Lestari, serta beberapa novel barat yang saya lupa judulnya.
Ketika tugas selesai, kami saling meminjamkan buku yang kami resensi antar kelompok. Saya sempat membaca Tarian Bumi dan Mereka Bilang, Saya Monyet. Pada saat itu, saya tidak membaca Supernova karena baru membuka beberapa halaman saja, saya sudah pusing dengan gaya bahasa dan font buku tersebut. Akhirnya saya malah membaca novel Djenar yang lain yang berjudul.... Lupa.
Justru, novel Dee pertama yang saya baca sampai tuntas adalah Akar. Saya jatuh cinta dengan buku tersebut. Dari gaya bahasa, cerita, bahkan hingga bahan kertas bukunya. Kemudian novel kedua Dee yang saya baca adalah Perahu Kertas, baru ketika kuliah saya membaca hingga tuntas Supernova. Dan lagi-lagi saya jatuh cinta dengan karya Dee.
Filosopi Kopi sendiri baru saya baca beberapa hari yang lalu ketika tahu bahwa buku tersebut akan segera ditayangkan. Sebenarnya, dari sejak sekitar satu tahun yang lalu, pacar saya meminjamkan buku tersebut untuk dibaca. Namun, entah kenapa saya kurang tertarik ketika melihat sampulnya. Baru akhirnya ketika film tersebut akan ditayangkan, saya kembali mencari buku tersebut. Saya tidak mau keduluan filmnya. Tapi, ternyata saya cari-cari di rak buku di apartemen saya tidak ada. Saya pun akhirnya mengunduh buku Filosopi Kopi dalam format pdf. Namun sayang hasilnya tidak bagus. Fontnya terlalu kecil dan ketika di-zoom in hasilnya malah pecah. Saya pun memaksa diri membaca hingga cerita ke lima, Kunci Hati. Saya menyerah.
Saya terkejut ketika semalam pulang ke rumah, ketika hendak tidur, saya mencari beberapa buku di rak untuk dibaca sebelum tidur. Tadaa, saya menemukan buku Filosofi kopi. Dan akhirnya saya begadang menyelesaikan buku tersebut. Dan berikut adalah reviewnya. Spoiler alert.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar