Jumat, 10 April 2015

Dilema Uni Eropa Terhadap Eropa Timur

Beberapa waktu lalu, krisis politik di Ukraina menyeruak ke permukaan. Berita tentang Ukraina semakin menjadi headline ketika pada 17 Juli 2014, pesawat dari maskapai Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan MH-17 yang terbang dari Amsterdam menuju Kuala Lumpur dengan membawa 283 penumpang dan 15 kru, jatuh tertembak rudal milisi Ukraina.
Konflik politik di Ukraina, menyebabkan banyak warganya yang mengungsi ke negara-negara di Eropa Barat.
Membicarakan tentang pengungsi,
atau bisa juga disebut sebagai imigran, membuat saya teringat ketika saya kuliah dulu mengambil mata kuliah Dinamika Uni Eropa (DUE). Mata kuliah ini mengupas berbagai hal tentang Uni Eropa terutama dari segi sejarah, ekonomi dan politik.
Masalah imigran bukan hal asing dan baru bagi negara-negara Uni Eropa. Sejak dahulu, terutama sejak 1950-an, Eropa Barat menjadi tujuan utama para imigran baik dari Afrika, Asia, maupun Eropa Timur. Motif utama para imigran tersebut selain alasan ekonomi, juga disebabkan oleh alasan politik dan keamanan di negara masing-masing.
Pada kesempatan kali ini, saya ingin membahas Uni Eropa dan Eropa Timur. Uni Eropa berusaha untuk memperluas keanggotaannya dengan merangkul negara-negara Eropa Timur. Berbagai alasan membuat UE mau menerima keanggotaan negara-negara Eropa Timur untuk bergabung, seperti kekayaan alam Eropa Timur, juga masalah ideologi. UE yang mempunyai ideologi berseberangan dengan Rusia, berusaha memperluas ideologi barat untuk mencegah ideologi komunis yang diusung Rusia.
Namun, masalah lain muncul seiring bergabungnya anggota-anggota baru dari Eropa Timur. Yaitu semakin memperbesar peluang para imigran ET untuk masuk Eropa Barat. Dampak sosial yang ditimbulkan tentu akan banyak. Belum lagi krisis ekonomi yang melanda UE. Para imigran ini akan semakin menambah beban negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar