Air mata pertama di tahun 2015.
Bukan karena masalah hidup, tapi akibat membaca buku. Somehow I am so sentimental whenever I read a book that touches my heart so deep to the core.
Entah kenapa saya sering stress sendiri karena ga bisa nangis atas semua masalah yang menimpa diri saya. Tapi giliran nonton tv atau novel tentang kehidupan yang sedih-sedih gitu, langsung bisa nangis. Buku Tere-Liye selalu sukses bikin saya nangis. Dulu, buku Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin sukses membuat saya menangis di bab pertama saya membacanya. Saya menangis di dalam bis dalam perjalanan dari Serang ke Depok.
Namun, buku Ayahku (Bukan) Pembohong ini baru membuat saya menangis tepat di akhir bab 25 dan masuk ke bab 26. Tapi sejak itu novel ini sukses membuat dada saya sesak dan nafas tersengal menahan air mata hingga akhir cerita.
(Saya langsung teringat ibu dan ayah, dan langsung terpikir untuk menulis cerita tentang mereka. Ya, agar suatu saat anak cucu saya dapat mengetahui asal usul ayah atau kakeknya dari mana.
Ya, untuk dokumentasi. Tidak seperti presiden, artis atau pesohor yang kehidupannya kebanyakan terdokumentasi dengan baik, kita sebagai orang biasa harus membuat dokumentasi sendiri).
"Nah, Dam, selamat melanjutkan hidup. Apa kata pepatah, hidup harus terus berlanjut, tidak peduli seberapa menyakitkan atau seberapa membahagiakan, biar waktu yang menjadi obat. Kau akan menemukan petualangan hebat berikutnya di luar sana." Kepala Sekolah. Hal 242
Seperti yang dituliskan oleh Sang Penulis bahwa novel ini bercerita tentang pencarian arti kebahagiaan yang sebenarnya. Bahwa kebahagiaan bukan hanya berupa hal-hal materil yang datang dari luar diri kita, yang kesemuanya itu hanya bersifat sementara, melainkan kebahagiaan itu datang dari dalam diri kita sendiri. Kebahagiaan timbul dari kesederhanaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar