Royat adalah cerita tradisional dari Sumatera Selatan. Umumnya berupa cerita seram. Dulu, ketika saya masih kecil dan tinggal di Sumatera Selatan, saya sering didongengkan tentang royat ini sebelum saya tidur oleh almarhumah nenek. Beberapa cerita yang saya ingat adalah Hantu Bulan Terang, Riwayat Dendam Tak Sude, dan Tebat Gede. Namun, royat yang paling saya ingat adalah cerita tentang Hantu Bulan Terang. Dari dulu sampai sekarang saya masih sering ketakutan membayangkannya. Tapi demi kelestarian cerita, saya memaksa diri untuk menulis cerita tersebut.
-----------------++++++------------------
Hantu Bulan Terang
Jadi, dahulu kala ada sebuah keluarga yang terdiri dari Bapak, ibu, sama kedu orang anaknya. Mereka tinggal di tengah hutan dan mereka bekerja sebagai petani dengan berkebun. Si ibu biasanya berladang, sementara si bapak kadang pergi ke dalam hutan berburu. Suatu hari, si bapak mengatakan akan pergi mengambil bambu. Namun, hingga keesokan hari, si bapak belum juga pulang. Hingga menjelang malam, si bapak akhirnya pulang. Namun, tanpa basa-basi, si bapak mengajak istri dan kedua anaknya untuk segera pulang ke desa mereka. Istrinya heran dan bertanya:
"Kenapa kok tiba-tiba ngajak pulang ke desa malam-malam begini?"
"Kenapa kok tiba-tiba ngajak pulang ke desa malam-malam begini?"
Si bapak menjawab:
"Di desa sedang ada sedekah dan kita semua harus pulang."
"Di desa sedang ada sedekah dan kita semua harus pulang."
Mereja kemudian berangkat dengan berjalan kaki dari kebun ke desa yang jaraknya berjam-jam. Ketika sedang berjalan di dalam hutan, si bapak berkata: "Kalian jalan di depan saja, bapak di belakang".
Si ibu berjalan paling depan, sambil menggendong si bungsu, sedang si sulung berada di tengah di antara si ibu dan si bapak. Ia berujar: "Pak, ini suara daun dan hembusan angin bikin merinding".
Kebetulan pada malam itu sedang bulan purnama. Ketika sedang berjalan tersebut, si bapak bersenandung dengan suara lirih: "bulan terang bulan semarang, hantu menggiring dari belakang." Senandung tersebut dinyanyikan oleh si bapak berulang-ulang. Si sulung ketakutan dan langsung menggenggam lengan si bapak. Sedangkan si bungsu sudah terlelap dalam gendongan si ibu. Hingga si ibu buka suara:
"Bapak jangan bernyanyi seperti itu, saya dan anak-anak takut."
Sang suami menyahut: "Sudah jalan saja, biar tidak sunyi."
Sepajang jalan, si bapak tetap bernyanyi Hantu Bulan Terang. Hingga pagi hari, akhirnya mereka sampai di desa yang sudah ramai akan ada sedekah. Melihat kedatangan si ibu, warga ramai-ramai menghampiri si ibu sambil menangis. Si ibu akhirnya tahu bahwa keramaian tersebut karena ada sedekah kematian suami si ibu tadi. Ternyata yg semalam menemani mereka pulang ke desa itu adalah hantu suaminya. Suaminya udah meninggal sehari sebelumnya.
Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar