Trip to Lampung Selatan
Kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya saat ‘backpacking’ with my sisters, Aziza dan Meisya ke Lampung. Sebenernya ini ga bisa sepenuhnya disebut backpacking. Kenapa? Satu, karena kami pergi ga bawa yang namanya tas ransel yang menjadi ciri khas liburan à la backpacker. My sister forced me to bring luggage -.-. Ya sudah, nurut aja. Walaupun jadinya agak repot sih karena harus nyeret-nyeret koper padahal liburan dengan transportasi umum yang ribet.
Sebenernya short trip kali ini bener-bener ga direncanain sama sekali (baca: dadakan). Dan saya percaya sama yang namanya ‘The power of words’. Jadi, pada hari selasa tanggal 15 Oktober 2013, dini hari, saya sempet nge-tweet begini “Tiba-tiba semangat buat cari duit dan nabung, buat berpetualang. Indonesia terlalu indah untuk dilewatkan”. Di saat insomnia begitu, tiba-tiba aja pengen nulis status kaya gitu di twitter. Eh, bener aja dua hari kemudian, tepatnya pada hari kamis 17 Oktober 2013, saat lagi ngobrol-ngobrol santai di sore hari sama kakak perempuan saya, dia nawarin aja gitu buat ke Lampung. Saya langsung semangat meng-iya-kan. Kebetulan dia punya temen orang Lampung. Jadi lah kami nanya-nanya pantai yang bagus buat liburan di Lampung. Kebetulan, saya dan kakak saya adalah pecinta pantai. Hehe :D
Saya juga googling pantai-pantai di Lampung dan hasilnya banyak banget pantai-pantai di Lampung yang masih bagus. Beberapa yang banyak ‘direkomendasi’ oleh mbah Google adalah Pantai Wartawan dan Pantai Merak Belantung. Dan setelah melihat di salah satu video di Youtube tentang Pantai Merak Belantung, saya pun langsung menjatuhkan pilihan saya ke Merak Belantung dibading Pantai Wartawan. Alasannya, setelah googling Pantai Wartawan ini aksesnya susah kalau tidak bawa kendaraan pribadi. Selain itu, dilihat di Google Images juga Pantai Wartawan ini kurang saya suka karena banyak karang.
Malam harinya, kami pun packing. Pakaian saya, kakak dan adik perempuan saya dimasukkan dalam satu koper. Sedangkan peralatan lain seperti kamera, cemilan selama perjalanan, dan barang-barang lain yang tidak muat di dalam koper, dimasukkan ke dalam dua tas yang masing-masing dibawa oleh kakak dan adik saya. Saya kebagian buat nyeret koper -.-
Keesokan harinya, tepatnya pada tanggal 18 Oktober sekitar pukul 13:30, kami berangkat. Kebetulan rumah saya di Ibukota Provinsi Banten, Serang yang tidak terlalu jauh dari Lampung (jika dibandingkan jarak Jakarta-Lampung). Jadi, Serang ini ada di tengah-tengah antara Jakarta dan Lampung. Sebelum berangkat, kami menyempatkan diri berfoto-foto dulu. We were so excited due to it was the very first time for us to go backpacking just the three of us. Sama-sama ga tau daerah Lampung pula. Intinya NekaD pake D. Dari rumah, kami menyewa taksi sampe Patung (terminal bayangan di pintu tol Serang Timur Rp. 40 ribu). Dari Patung, kami naik bis ke Merak dengan ongkos Rp. 10 ribu. (Untuk yang dari Jakarta, bisa naik bus apa pun yang tujuannya ke Merak. Bisa dari Kp. Rambutan, Kalideres, Pulogadung, Tj. Periok, Slipi (seberang RS. Harapan Kita), Kebon Jeruk atau dari mana pun yang penting tujuan akhirnya Merak, ongkosnya Rp. 20 ribu). Kemudian kami turun di terminal terpadu Merak. Sebenernya jarak dari terminal ke pelabuhan ini deket banget, tinggal jalan kaki seiprit langsung nyampe. Tapi, karena bawa dua saudara perempuan yang manja banget, alhasil kami naik ojek dengan biaya Rp. 5 ribu per ojek. Sampe pelabuhan jam 3 sore, kami langsung menuju loket untuk membeli tiket kapal ekonomi seharga Rp. 13 ribu per orang. Ga lama, kapal pun dateng. Langsung aja masuk kapal. Pukul 16:00 kapal mulai tarik jangkar. Lama penyebrangan dari Merak ke Bakauheni, Lampung sekitar 2 jam. Sempet ngerasa agak pusing juga di kapal, selain karena ombak yang lumayan besar, juga karena kapal ekonomi yang jorok dan asap rokok di mana-mana. Pukul 18:30 kapal akhirnya berlabuh di Bakauheni. Turun dari kapal, siap-siap aja dengan banyaknya orang yang menawarkan jasa transportasi (bis, travel) untuk mengantarkan sampe ke tempat tujuan. Tujuan kami adalah Kalianda. Untuk ongkos sendiri, dari Pelabuhan Bakauheni menuju Kalianda ini bervariasi. Angkot Rp. 15 ribu, bis ekonomi Bakauheni – Rajabasa (katanya) Rp. 5 ribu, Travel (mobil pribadi yang dijadikan angkutan umum) biasanya Rp. 15– 25 ribu, tergantung kesepakatan dan kelihaian dalam menawar. Tapi, kami lebih memilih naik angkot karena kami akan menuju rumah salah satu kenalan kakak saya yang berada di Way Gayam yang berada di Kecamatan Penengahan, sebelum Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan. Kami turun di perempatan Gayam.
Keesokan harinya, tepat pada hari Sabtu, 19 Oktober 2013, sebelum menuju ke pantai, di desa Way Gayam sedang ada pernikahan yang panggungnya di pinggir jalan, lengkap dengan organ tunggal. Mampir sebentar, dapet makan dan dapet souvenir \(^_^)/ Dan ga sengaja liat marka jalan di desa Way Gayam yang bertuliskan “Pantai Wartawan ke kiri, dan Makan Pahlawan Radin Inten ke kanan”. Kami pun bertanya ke warga setempat tentang lokasi Pantai Wartawan, mereka bilang masih jauh dan aksesnya susah, ga ada transportasi umum menuju ke sana. Apalagi kalau sudah sore. Ini menurut saya salah satu kekurangan di Lampung. Susahnya akses untuk menuju ke tempat-tempat wisata (terutama untuk yang tidak bawa kendaraan pribadi). Padahal, Lampung ini kaya akan potensi wisata dari mulai pantai-pantai pasir putih yang masih alami yang terbentang sepanjang Teluk Lampung, air terjun, tempat-tempat bersejarah, dll.
Akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke pantai Merak Belantung yang ada di Kalianda. Kami yang buta akan wilayah dan jalan di Lampung, selalu mengandalkan google untuk mencari akses termudah menuju lokasi. Hasilnya nihil. Sedikit sekali informasi yang bisa diperoleh. Salah satu tempat terpercaya untuk bertanya adalah pegawai Alfamart yang ada di perempatan Gayam. Kami diberitahu bahwa untuk menuju Pantai Merak Belantung, kami harus menyambung angkot dua kali. Yang pertama, naik angkot warna kuning jurusan Bakauheni – Kalianda, dan berhenti di Pasar Kalianda dengan ongkos Rp. 7 ribu (karena kami dari Gayam). Sampai di pasar, kami agak bingung (tipikal orang gatau jalan, serba bingung) harus naik angkot seperti apa. Akhirnya bertanya ke seorang bapak-bapak yang lagi duduk sama anaknya, dikasih tau kalau menuju Merak Belantung sebenarnya lebih mudah naik bis dari Bakauheni yang menuju Rajabasa dan langsung turun di Pertigaan Pantai Merak Belantung. Tapi, karena bis tersebut tidak lewat pasar, alternatif lain adalah menyambung angkot yang warna kuning. Kami bingung, angkot warna kuning adalah angkot yang kami tumpangi tadi. Eh ternyata, warna kuning yang dimaksud si bapak adalah angkot warna oranye dengan kode 002. Sedikit was-was, kami bertanya ke salah satu penumpang di angkot (anak sekolah) apakah benar angkot tersebut menuju Merak Belantung, dan ternyata benar. Lega.
Agak lama juga untuk sampai menuju Merak Belantung. Setelah hampir 20 menit perjalanan dari Pasar Kalianda, akhirnya kami sampai di Pertigaan Pantai Merak Belantung dengan ciri baliho besar bertuliskan “Grand Elty Krakatoa Nirwana Resort” yang cukup eye catching melintang di Jalan Lintas Sumatera. Ongkos dari Pasar menuju Merak Belantung adalah Rp 5 ribu untuk penumpang dewasa, dan Rp 3 ribu untuk penumpang anak-anak.
Sampai di pertigaan, banyak sekali ojek-ojek yang siap mengantarkan pengunjung menuju pantai. Kami langsung didekati oleh tukang-tukang ojek yang siap menawarkan jasanya. Ongkos ojek ini bekisar antara 6 ribu – 10 ribu, tergantung kelihaian dalam menawar. Karena malas nawar, kami diantar menuju pantai Merak Belantung yang berjarak ‘hanya’ 2 KM ini dengan ongkos Rp 10 ribu per ojek. Agak rugi juga sebenarnya, karena jaraknya tidak terlalu jauh. Sebenarnya jarak dari Jalan Lintas Sumatera menuju pantai-pantai ini dekat (untuk yang kuat jalan). Seperti Pantai Bagus, yang berada di KM 1, Pantai Merak Belantung di KM 2, dan Grand Elty yang ada di KM 3. Pantai Merak Belantung adalah salah satu pantai yang masuk ke dalam kawasan Krakatoa Nirwana Resort, yang dikelola oleh Bakrieland.
Di jalan menuju pantai, tukang ojek yang saya tumpangi menawarkan diri untuk menjemput saya karena tidak adanya transportasi dari pantai menuju jalan raya. Saya dikasih nomer hp oleh tukang ojek tsb. Pukul 14:30, kami akhirnya tiba di Pantai Merak Belantung. Kami diantar oleh tukang ojek sampai di loket masuk. Setelah bayar ojek Rp 30 ribu untuk saya, kakak dan adik saya (ngerasa rugi karena jaraknya deket -.-), kami langsung disambut oleh penjaga loket. Kocek yang harus dikeluarkan untuk masuk ke pantai ini sebenarnya cukup murah, hanya Rp. 10 ribu per tiket. Menurut saya worth it lah. Sampai di pantai, kami langsung tertawa riang gembira melihat hamparan pasir putih yang membentang panjang mengitari Teluk Belantung serta laut biru di depan mata. Ditambah, pantai ini sepi pengunjung (sepi dalam arti positif). Tidak seperti di Anyer yang sudah terlalu membludak. Walaupun sepi, kami tetap merasa aman di sini dan privasi juga terjaga. Seperti private beach jadinya. Pengunjung yang Cuma ada beberapa, hanya duduk-duduk di pondok-pondok yang ada di pinggir pantai. Pondok di sini disewakan dengan harga Rp 20 ribu ‘sepuasnya’ (Beda jauh dengan di Anyer yang harganya mencapai Rp 60 ribu). Kami langsung berfoto-foto dan mandi di pantai. Saking sepinya, bahkan Cuma kami bertiga yang mandi di laut yang sangat biru tersebut. Puas rasanya bisa berjemur, berfoto, dan mandi sepuasnya di pantai yang sepi seperti ini.
Pukul 17:00, kami sudah siap beranjak pulang karena memikirkan tidak adanya transportasi menuju ke jalan raya. Saat menuju ke luar pantai, salah satu tukang ojek yang kami tumpangi tadi sudah menunggu, padahal saya belum sms dia. Namun, kami memutuskan untuk berjalan kaki saja dari Pantai Merak Belantung menuju Jalan Lintas Sumatera (abangnya agak keki juga kayaknya :D). Benar saja, hanya 20 menit waktu yang dibutuhkan untuk keluar dengan jalan kaki. Pukul 17:20 kami sudah berada di jalan raya. Saran saya, kalau pergi ke Pantai Bagus atau Merak Belantung rame-rame (minimal berempat), mending jalan kaki aja. Ga akan kerasa. Toh di antara Pantai Bagus dan Pantai Merak Belantung ada rumah-rumah warga. Nah, kalau ke Grand Elty mending naik ojek. Kalau tidak bawa kendaraan pribadi, mending jangan terlalu sore keluarnya karena sudah jarang ojek.
Sampai di gerbang Krakatoa Nirwana Resort yang berada di pinggir Jalan Lintas Sumatera, kami menunggu angkutan yang akan membawa kami kembali ke Gayam. Kami menunggu angkot oranye yang akan membawa kami ke Pasar Kalianda, namun karena sudah terlalu sore sudah jarang sekali angkot. Untung kami bertemu seorang ibu yang juga sedang menunggu angkutan menuju Gayam. Kami diberitahu bahwa ada akses yang lebih mudah untuk menuju Gayam atau Bakauheni dan sebaliknya, yaitu lebih baik naik bis apapun jurusan bakauheni atau travel (mobil pribadi yang disewakan untuk umum). Karena kalau naik angkot, susah aksesnya kalau malam hari. Untuk ongkos bis dari Merak Belantung menuju Gayam atau menuju Bakau adalah 10 ribu. Sedangkan untuk travel, tergantung kesepakatan dengan supir. Kalau travel dari Merak Belantung menuju Gayam biasanya Rp 10 – 15 ribu, dan menuju Bakauheni adalah Rp 20 – 25 ribu bisa lebih murah tergantung kelihaian dalam bernegosiasi.
Hari minggu yang merupakan hari terakhir kami di Lampung, teman kakak saya mengajak kami untuk pergi menuju pantai yang berada di dekat Gayam. Warga menyebutnya pesisir. Kami menggunakan 3 buah motor yang dipinjam dari saudara-saudara teman kakak saya tersebut. Oleh sebab Pantai Wartawan berada di jalur yang sama dengan ‘pesisir’, maka kami yang penasaran dengan pantai wartawan meminta untuk pergi ke sana. Pukul 12:30 siang, kami berangkat. Cuaca sedang mendung dengan gerimis kecil. Kami bergegas mempercepat laju motor keluar dari Gayam. Ternyata, cuaca mendung hanya di Gayam. Untuk mencapai lokasi pantai yang berada di Way Muli, Rajabasa kami melalui beberapa desa diantaranya adalah Way Kanan. Jalan menuju ke Way Muli menurut saya sangat menakjubkan. Setelah melewati beberapa desa, jalan mulai menanjak. Semakin lama semakin menanjak disertai jurang di kanan dan kiri jalan. Saya yang membonceng adik saya merasa sangat takjub dengan jalan menuju pantai-pantai yang berada di balik Gunung Rajabasa tersebut. Karena lokasinya yang berada di balik gunung, maka untuk mencapainya harus melalui jalan berkelok dan naik turun. Sangat indah menurut saya. Melewati sawah yang berundak-undak seperti di Ubud. Belum lagi di beberapa titik, dari jalan yang yang berada di atas bukit kita bisa melihat langsung laut yang terhampar luas. Luar biasa sekali pemandangannya. Sayang sekali saya tidak sempat mengambil foto karena naik motor (suatu saat akan pergi ke sini lagi dan mengambil foto). Rasa gembira terus menghampiri saya melihat keindahan alam ciptaan Tuhan yang berada di Lampung Selatan ini. Setelah naik turun, jalanan akhirnya mulai landai dan bersisian dengan pantai. Tidak lama, kami sampai di Pantai Wartawan. Kami terperangah tak percaya. Pantai Wartawan ini keindahannya (menurut saya) terbalik 180 derajat dengan keindahan yang disuguhkan di sepanjang jalan menuju ke sini. Rasa kecewa menyergapi saya. Kendaraan yang masuk ke pantai penuh karang tanpa pasir ini dikenakan Rp 10 ribu. Tidak lama kami berada di sana, bahkan tidak sampai lima menit. Alasan saya tidak menyukai Pantai Wartawan ini adalah karena tidak ada pasir, apalagi pasir putih di pantai ini. Yang ada hanya karang-karang dan sangat ramai warga yang sedang mandi di sana sambil bermain-main. Pantainya juga agak kotor dengan pasir hitam dan sampah. Beberapa meter dari pantai ini juga ternyata tempat berlabuh kapal pengangkut batu-batu besar dari gunung. Semakin membuat jelek pantai ini (sekali lagi menurut saya). Yang mungkin bisa menjadi kelebihan pantai ini adalah lautnya yang tidak berombak dan terdapat sumber air panas di pinggir pantai. Selain itu, terdapat juga air terjun yang berada tidak jauh dari pantai ini.
Akhirnya kami bergegas pergi menyusuri jalan yang mengitari Gunung Rajabasa. Di sepanjang jalan ini, menurut saya lebih banyak pantai yang lebih bagus dari Pantai Wartawan. Setelah beberapa menit berkendara, kami akhirnya sampai di Pantai Banding Resort dan membayar tiket Rp 5 ribu per orang (setelah menolak membayar tiket masuk dengan hitungan motor yang lebih mahal Rp 15 ribu). Begitu masuk, pemandangan yang disuguhkan di pantai ini sangat indah. Pantai Banding Resort yang berada di desa Banding ini memiliki pantai dengan pasir yang cukup putih dan batu-batu yang cukup besar. Yang paling menakjukan menurut saya adalah pemandangan Anak Gunung Krakatau, Pulau Sebuku dan Sebesi yang terlihat dari pantai ini. Pulau Sebuku dan Sebesi sendiri merupakan situs diving dan snorkeling di Lampung. Selain itu, Pantai Banding Resort sangat cocok bagi yang suka berenang di pantai. Lautnya sangat tenang. Bahkan sekitar 20 meter dari bibir pantai, kedalaman air hanya sedada orang dewasa dan airnya sangat jernih. Saya bahkan bisa melihat kaki saya di kedalaman 1.5 meter. Berbeda dengan air laut di Anyer yang sudah keruh atau di Pantai Merak Belantung kemarin. Ketika berenang di atas ban menikmati air laut, pemandangan pun sangat menakjubkan. Di sisi pantai terdapat view Gunung Rajabasa, sedangkan di depannya Gn. Anak Krakatau dan Pulau-pulau sekitarnya. Sangat menakjubkan. Belum puas rasanya berenang ketika senja mulai menjelang. Tetapi, kami sudah harus beranjak karena akan pergi ke Pantai Bom (Pelabuhan Nelayan) di Kalianda yang masih berada di balik Gunung Rajabasa untuk melihat sunset. Pelabuhan kapal nelayan ini juga menjadi tempat wisata kuliner setempat. Jajanan di sini sangat murah menurut saya dan rasanya juga enak. Seperti siomay yang dijual dengan harga Rp 5 ribu per porsi, es air tebu dijual dengan harga Rp 3 ribu per cup. Tempat ini sangat bagus untuk anda yang ingin menikmati senja dengan pemandangan pantai pasir putih di kejauhan, Gn. Anak Krakatau dan pulau-pulau di sekitarnya, Gn. Rajabasa di belakangnya, serta perahu-perahu nelayan yang sedang sandar dan beberapa akan berangkat melaut. Luar biasa.
Saya pun berenana akan kembali menjelajahi Lampung suatu saat nanti. Tujuan saya berikutnya adalah Pulau Sebuku dan Sebesi serta Gunung Anak Krakatau, dan yang paling menawan adalah Teluk Kiluan. Bismillah.
Seperti yang sudah saya bilang sebelumnya, Lampung ini potensi pariwisata alamnya sangat bagus. Banyak sekali pantai, gunung air terjun, dsb terdapat di provinsi paling timur Pulau Sumatera ini. Seperti pantai di Teluk Kiluan, Pulau Sebuku dan Sebesi, Gunung Anak Krakatau. Namun, aksesibilitas menjadi kendala utama menuju lokasi-lokasi menakjubkan ini. Sulitnya akses menuju lokasi wisata menghambat pertumbuhan kunjungan wisatawan. Diharapkan pemerintah Lampung menyadari besarnya potensi wisata ini dan membangun fasilitas wisata dan juga sarana transportasi dan jalan yang memadai. Semoga.