Kamis, 29 Januari 2015

Life is a Mess

I thought life would be  simple if I go with the flow. Nope. Life is messy though. Even if I plan it, life is still a mess. Then I just follow what and where it brings me to, but life gets messier and messier.

Thought life would be simple. It is not. Will never be.

Rabu, 21 Januari 2015

Hantu Pencuri Sendok

Waktu awal kepindahan saya ke apartemen, saya membeli satu set sendok garpu mulai dari yang kecil sampai yang besar yang setiap biji sendok garpu mempunyai tempatnya masing-masing dalam wadahnya. Jumlah masing-masing 12 buah.
Tapi, sekarang sendok yang saya miliki di dapur tinggal LIMA biji, nasib garpu ga jauh lebih baik dari sendok. Wadah sendok garpu yang sebelumnya terisi penuh, sekarang tinggal setengahnya saja.
Kalau hilang masuk ke dalam saluran tempat cuci piring, rasanya mustahil karena salurannya ditutup dengan jaring-jaring besi rapat. Kalau masuk ke dalam tempat sampah, selalu saya cek benar-benar setiap selesai mencuci piring dan memasukkan sampah ke dalam kantung sampah.

Sebenarnya saya tidak percaya dengan cerita-cerita hantu. Tapi, sejak saya pindah banyak sekali kejadian aneh-aneh di apartemen. Mulai dari hantu yang tertangkap kamera Snapchat yang kemudian viral diantara para penghuni apartemen, sampai cerita sepupu saya sendiri yang mendengar 'bisikan'. Ceritanya, pada malam minggu, dia sedang bertandang ke apartmen. Ketika itu, ia sedang menelpon pacarnya. Ia memilih untuk menelpon di depan pintu kamar saya, di koridor yang sepi. Sedang asyik-asyik menelpon, tiba-tiba pacarnya nanya:
"Kamu lagi dimana?" Sepupu saya jawab bahwa dia lagi di koridor. Kemudian pacarnya tersebut maksa dia masuk ke kamar. Sepupu saya heran, namun tetap masuk. Ketika sudah di dalam kamar, baru pacarnya tersebut bilang bahwa dia mendengar suara di telepon "jangan ganggu Dian.... Jangan ganggu Dian". Padahal waktu itu koridor sepi, saya pun di kamar menonton tv, dan kamar saya lumayan kedap suara. Dan anehnya, sepupu saya itu bahkan ga denger apa-apa.

Sering juga, sore-sore, saya yang sedang tidur siang, mendengar suara denting sendok piring kotor di dalam wastafel seperti ada yang acak-acak, atau tiba-tiba sendok yang ada di atas meja jatuh. Mau bilang tikus, rasa-rasanya ga ada tikus apalagi kucing yang berkeliaran. Wallahualam.

Saya sih sampai sekarang biasa aja. Ga pernah ketakutan yang sampai gimana. Malah dibawa seru aja, selama "mereka" ga ganggu dengan menampakkan diri.

Selasa, 20 Januari 2015

Kisah Perjalanan - 2 Move On

"Ati-ati, hai setitik, rusak move on sebelenga"

Itu lah nasihat yang diberikan oleh teman Raga ketika, Adi, ketika ia tahu bahwa Raga akan bertemu mantannya sore itu.

Sore itu, selepas pulang kantor, Raga mendapat pesan di group whatsapp sahabat-sahabatnya. Mantan Raga, Aline, mengajak mereka bertemu. Entah apa yang ada di pikiran Raga saat itu, ia langsung mengiyakan. Lagi ga mau buru-buru pulang juga, pikir Raga. Namun, sahabatnya yang lain tidak bisa datang dengan berbagai alasan. Akhirnya, hanya Raga dan Aline saja yang bisa kumpul pada hari itu.

You know you're falling in love by only hearing her name, your heart beats so hard.

Senin, 19 Januari 2015

Amateur cooker

Chef.
(Kb). Juru masak, kepala, koki

Kata chef terlalu tinggi untuk saya. Just call me a cooker, then, amateur  yet passionate cooker for more than 20 years. Meskipun cooker sendiri berarti 'panci pemasak makanan', tapi mari membuat arti baru, cooker berarti tukang masak, at least in my term.

Entah sejak kapan saya memiliki passion di bidang masak-memasak. Mungkin sejak kecil. Dulu, waktu saya masih tinggal di sebuah desa di pedalaman Sumatera Selatan, tepatnya di Musi Rawas, saya bersama teman-teman sering membuat rumah-rumahan di sebuah padang rumput yang cukup luas di pinggir sungai di desa. Di pinggir padang rumput itu terdapat sebuah pohon beringin yang ranting-rantingnya menjuntai sampai ke air sungai di bawahnya. Di sisi lain padang rumput, bersebrangan dengan pohon beringin tadi, di pinggirnya terdapat beberapa buah kandang kerbau milik salah seorang haji di desa. Kami membuat rumah-rumahan tidak jauh dari pohon beringin. Rumah-rumahan tersebut kami bangun dari ranting kayu dan daun-daunan. Kami bermain seharian dari pagi sampai petang. Sambil sesekali menunggangi kerbau yang sedang makan rumput di tengah padang rumput yang cukup luas itu. Jika sudah waktunya makan, kami akan masak dengan alat yang terlalu sederhana dan tidak sehat tentunya. Mau tahu alat yang kami gunakan sebagai wadah memasak? Kaleng bekas susu kental manis atau bekas sarden, dan tidak jarang seng entah bekas apa. Seng juga biasanya kami gunakan untuk mengiris sayuran. Sebelum berangkat, biasanya kami akan membawa perbekalan seperti beras, minyak, garam, petsin, yang biasanya saya ambil dari dapur tanpa sepengetahuan ibu. Untuk bahan lain seperti sayuran, cabai, dll, kami ambil dari kebun milik warga yang ada di sekitar padang rumput tadi. Setiap dari kami diberi tugas masing-masing, mulai dari membangun rumah dan mencari ranting, menanak nasi di dalam kaleng, mengambil bahan sayuran di kebun tanpa sepengetahuan si pemilik, ada pula yang bertugas mencari ikan kecil dengan pancing atau sauk yang terbuat dari kain bekas, serta orang yang memasak lauk. Saya biasanya kebagian tugas mencari ranting dan daun, serta menumis sayuran di atas seng. Bagaimana rasa makanannya? Bagi saya itu adalah makanan paling nikmat di dunia, walaupun terkadang beras yang dimasak gosong dan lauknya keasinan, tetapi rasanya sungguh nikmat. Apalagi jika kami berhasil menangkap ikan kecil yang kemudian kami bakar. Sebagian mikmat dunia bisa kami rasakan di lidah kami. Hanya di saat bermain ini lah saya memiliki kesempatan untuk memasak makanan yang tidak sehat namun nikmat tersebut, paling tidak nikmat di lidah saya. Bahkan sampai saat ini saya masih bisa membayangkan rasa makanannya, tapi tidak pernah lagi bisa membuat makanan dengan rasa yang sama.

Di rumah? Saya tidak pernah menyentuh alat masak bahkan kompor ibu. Di bawah sistem patriarki yang masih dipegang sangat kuat oleh masyarakat di desa, dapur adalah milik perempuan. Seorang laki-laki sepertinya 'haram' berurusan dengan dapur. Apalagi sampai ada yang memiliki hobi memasak, akan dianggap sangat tidak pantas. Oh God, I hate judgement. Berbeda dengan jaman sekarang. Semakin banyaknya chef laki-laki yang muncul di acara tv, semakin membuka mata masyarakat awam bahwa profesi sebagai tukang masak itu tidak hanya dimonopoli oleh kaum perempuan saja. Bahkan chef  di hotel-hotel mayoritas adalah laki-laki.

Kelas 4 SD, kami sekeluarga pindah ke Pulau Jawa, tepatnya ke Serang - Banten. Dari SD sampai kuliah saya akhirnya bisa memasak, walaupun cuma mie atau telur mata-sapi, ketika ibu tidak di rumah dan tidak ada makanan di bawah tudung saji. Di rumah kami, sistem patriarki masih dipegang, laki-laki adalah yang harus dilayani. Walaupun tidak terlalu haram untuk menyentuh dapur karena masih boleh untuk memasak mie instan atau sekedar memasak air panas untuk kopi atau teh. Bagian masak nasi dan lauk? Masih 'haram'.

Selepas kuliah dan bekerja, saya akhirnya tidak lagi tinggal di rumah. Saya tinggal di sebuah apartemen kecil yang ada dapurnya sendiri. Et voilà, that's the most amazing part of this studio apartment: fully furnished kitchen.! Di dapur, saya mempunyai alat yang cukup lengkap untuk memasak makanan yang rumit sekalipun.

Di dapur kecil ini, saya bebas berkreasi memasak apa pun. Saya bebas memasukkan bumbu sesuka hati ke dalam makanan yang akan saya makan. Makanan yang saya buat mulai dari cookies, pasta, sampai makanan tradisional yang memakai bumbu dapur lengkap. Biasanya, saya menelpon ibu menanyakan bumbu apa saja yang harus saya gunakan untuk memasak suatu makanan, atau dengan cara berselancar di dunia maya mencari resep-resep makanan. Kemudian saya biasa berbelanja bahan makanan ke supermarket yang terletak tidak jauh dari apartemen. Bahkan, jika tidak menemukan yang saya cari di supermarket, saya pergi ke pasar tradisional yang memiliki bahan bumbu lengkap.

Ada kepuasan tersendiri ketika berhasil memasak makanan yang sulit dimasak, terutama makanan Indonesia yang sulit seperti rendang, pindang daging, kuah bakso, hingga pempek. Apalagi kebanyakan orang yang mencicipi makanan yang saya masak itu memuji. Mudah-mudahan beneran enak. Hahaha

Minggu, 18 Januari 2015

Bekasi Punya Pantai

Ayo, tebak! Ini pantai dimana? Coba tebak dulu. Jawab asal jg gapapa. Tebak aja daerah yg mustahil punya pantai kaya gini. Contoh: Bekasi.

Nah, kan. Dibilang juga apa. Jawab asal aja bisa bener! Ya, ini Bekasi. Sumpah beneran Bekasi.
Jadi, tadi setelah Maghrib saya ketiduran. Bangun-bangun  dini hari. Entah dapat ilham dari mana, ambil hp googling "pantai indah di Bekasi". *ya Allah maafkan atas keisengan ini. Bukan maksud menghina Bekasi, tapi beneran pengen tau". Pas ngetik keyword itu, alam bawah sadar langsung demo ga terima: "Iseng amat tengah malem nyari pantai, di Bekasi pula. Mustahil. Tidur lagi, sana!"

Tanpa diduga oleh khalayak ramai: Bekasi punya pantai. Jadi, Bekasi itu bukan cuma mall, pabrik, dan perumahan yang menjamur bak cendawan di musim penghujan. Sama seperti di planet bumi, Bekasi juga punya tempat wisata yang layak dikunjungi. Ya, walaupun selama ini Bekasi sudah terkenal akan Wisata Sabarnya, sih. (Sabar macet, sabar jauh, sabar panas, sabar dihina mulu). Padahal di Bekasi ada Waterboom Lippo Cikarang. Waterboom pertama di Indonesia kayanya. Jaman Bekasi belum dihina, dulu pas SD pernah studi tour ke Lippo Cikarang *ga ngerti, studi tour kok ke wahana air*.

Kembali ke pantai, untuk ukuran Bekasi, ini pantainya indah banget, lho. Walaupun pas googling ternyata aksesnya susah (dibilangnya jauh, dari Metropolitan Mall Bekasi bisa 3 - 4 jam ke Muara Gembong di utara Bekasi. Kalau dari Jakarta, itung aja sendiri. Berangkat abis solat tahajud aja). Tapi, pantainya layak dikunjungi. Katanya, pantai di sana ga cuma satu. Well well well, all is well. We'll see.

Nah, setelah mendapatkan informasi berguna ini, jadi mau ke Bekasi. Insya Allah ntar mau ke Pantai ini, belum tau kapan. (Ntar updatenya lebih bombastis dari pada ini).
#AyoJelajahBekasi #BekasiIndah #BekasiPunyaPantai
*nulisnya udah kaya travel-blogger belum? *sorry for spamming your Path, but Bekasi is worth visiting, isn't it?

Minggu, 11 Januari 2015

Royat

Royat adalah cerita tradisional dari Sumatera Selatan. Umumnya berupa cerita seram. Dulu, ketika saya masih kecil dan tinggal di Sumatera Selatan, saya sering didongengkan tentang royat ini sebelum saya tidur oleh almarhumah nenek. Beberapa cerita yang saya ingat adalah Hantu Bulan Terang, Riwayat Dendam Tak Sude, dan Tebat Gede. Namun, royat yang paling saya ingat  adalah cerita tentang Hantu Bulan Terang. Dari dulu sampai sekarang saya masih sering ketakutan membayangkannya. Tapi demi kelestarian cerita, saya memaksa diri untuk menulis cerita tersebut.

-----------------++++++------------------

Hantu Bulan Terang
Jadi, dahulu kala ada sebuah keluarga yang terdiri dari Bapak, ibu, sama kedu orang anaknya. Mereka tinggal di tengah hutan dan mereka bekerja sebagai petani dengan berkebun. Si ibu biasanya berladang, sementara si bapak kadang pergi ke dalam hutan berburu. Suatu hari, si bapak mengatakan akan pergi mengambil bambu. Namun, hingga keesokan hari, si bapak belum juga pulang. Hingga menjelang malam, si bapak akhirnya pulang. Namun, tanpa basa-basi, si bapak mengajak istri dan kedua anaknya untuk segera pulang ke desa mereka. Istrinya heran dan bertanya:
"Kenapa kok tiba-tiba ngajak pulang ke desa malam-malam begini?"
Si bapak menjawab:
"Di desa sedang ada sedekah dan kita semua harus pulang."
Mereja kemudian berangkat dengan berjalan kaki dari kebun ke desa yang jaraknya berjam-jam. Ketika sedang berjalan di dalam hutan, si bapak berkata: "Kalian jalan di depan saja, bapak di belakang".
Si ibu berjalan paling depan, sambil menggendong si bungsu, sedang si sulung berada di tengah di antara si ibu dan si bapak. Ia berujar: "Pak, ini suara daun dan hembusan angin bikin merinding".
Kebetulan pada malam itu sedang bulan purnama. Ketika sedang berjalan tersebut, si bapak bersenandung dengan suara lirih: "bulan terang bulan semarang, hantu menggiring dari belakang." Senandung tersebut dinyanyikan oleh si bapak berulang-ulang. Si sulung ketakutan dan langsung menggenggam lengan si bapak. Sedangkan si bungsu sudah terlelap dalam gendongan si ibu. Hingga si ibu buka suara:
"Bapak jangan bernyanyi seperti itu, saya dan anak-anak takut."
Sang suami menyahut: "Sudah jalan saja, biar tidak sunyi."
Sepajang jalan, si bapak tetap bernyanyi Hantu Bulan Terang. Hingga pagi hari, akhirnya mereka sampai di desa yang sudah ramai akan ada sedekah. Melihat kedatangan si ibu, warga ramai-ramai menghampiri si ibu sambil menangis. Si ibu akhirnya tahu bahwa keramaian tersebut karena ada sedekah kematian suami si ibu tadi. Ternyata yg semalam menemani mereka pulang ke desa itu adalah hantu suaminya. Suaminya udah meninggal sehari sebelumnya.
Sekian.

Buya Hamka

I got a job from my sister, disuruh bantu dia penelitian tentang Buya Hamka. Dan dia menjanjikan, ya menjanjikan, akan kasih honor. Terus saya bilang "50 ya?" *evil smirk* and then she was imaginably shocked "50 apa? 50% dari honor aku? Yakali, dek."
Setelah negosiasi sebentar, akhirnya dia setuju 50% dari honor bakal filmnya ini akan jadi honor saya. Saya langsung semangat baca buku Ayah yang dikarang oleh Irfan Hamka (anak dari Buya Hamka) yang bercerita tentang kisah Buya. Baru baca halaman awal bagian Pengantar Penerbit, saya buka suara "70 aja gimana?" Kata saya bercanda. "Udah gila, lo. Mana ada cuma bantuin dikit dapet 70% honor (aku)."

Sebenarnya, sih, tanpa dikasih bayaran juga saya ikhlas bantu dia (paling ntar kalo honor dia keluar, usually I insist her to treat me dinner at a fancy resto). Apalagi baca buku termasuk bagian dari resolusi saya tahun 2015 ini. Lumayan juga menambah resensi dan genre buku yang dibaca setelah kemarin membaca buku fiksi, kali ini baca buku biografi dan sejarah.
Penelitian kakak saya tentang Buya ini sebenarnya dilakukan untuk project filmnya dia. Dia jadi asisten penulis skenario salah satu script writer terkenal yang sudah menelurkan banyak skenario film.

Sabtu, 10 Januari 2015

Outing Cimory - Gunung Mas

"Mita: A'a! Taun baru kemana? #kepo

Me: pulau teh. Pulau Gebang *ngemil sampah* Hahaha :D Mit, taun depan nobar yok

Mita: ayok bgt nobar a! Teteh kangen aa bgt, aa sombong gak ada kabar, teteh jg kangen sm teh yuni (Puri). Ayok jadwalin

Me: Aa skrg mmg nonaktif medsos, aktif cm twitter aja *boong eh ke Cimory Riverside aja yok bsk bolang *serius

Mita: plis jgn bsk plis mingdep aja plis plis plis ajak teh Inda jg plis plis plis"

Kira-kira itu lah sepenggal percakapan di twitter pada tanggal 31 Desember 2014. Bisa dibilang secara dadakan akhirya kami berempat pergi ke Cimory Riverside di kawasan Cisarua, Puncak, Bogor. Setelah dibuatkan grup Line yang terdiri dari saya, Inda, Mita, dan Puri, akhirnya diputuskan kami akan ke Cimory Riverside pada hari sabtu, 10 Jan 2015.

Pukul 7 pagi, kami berjanji berkumpul di depan Mabes TNI Angkatan Darat yang berada persis di pintu keluar Terminal Kp. Rambutan. Dari sini kami akan naik bus Marita (AC) atau Do'a Ibu (Non-AC) jurusan Tasikmalaya.

Kamis, 08 Januari 2015

50 Shades of Reading

Holy Crap!

One of my this-year's resolutions is that I have to read more books than I had last year. I'm satisfied that on the first 10 days on January 2015, I have already read two books: Ayahku (Bukan) Pembohong by Tere Liye and Untitled written by a friend of mine, Puri Diah (actually this novel has not yet published and is still under revised. Hopefully it will be published soon since Gramedia forces her to finish it real soon). I'm lucky that I have already read it before it's officially published, merci beacoup, Puy, de me laiser à le lire

And I think I'm now obsessed with book. Since I don't have any books to read in my apartment (I insist not to re-read book that I've had read it for once), so I 'made an effort' to google free-yet-illegal novels to feed my brain and my heart as well, and Holy Crap (Anastasia says this phrase like  a zillion times in the book) I'm suddenly bumped into 50 Shades of Grey by E.L James. I knew about this novel last year when it was published to be made into a real motion picture. Back then, I didn't have any intentions to read the book since it's easier to see the movie, though (And now I figure out how would it be when it's released next month *grin*). But, reading its original in words is more pleasant.

this James' work describes explicitly about, hmmm,,,, I think I don't need to mention it. So, mind yourself before you 'touch' this book.

Selasa, 06 Januari 2015

Air Mata Pertama

Air mata pertama di tahun 2015.
Bukan karena masalah hidup, tapi akibat membaca buku. Somehow I am so sentimental whenever I read a book that touches my heart so deep to the core.
Entah kenapa saya sering stress sendiri karena ga bisa nangis atas semua masalah yang menimpa diri saya. Tapi giliran nonton tv atau novel tentang kehidupan yang sedih-sedih gitu, langsung bisa nangis. Buku Tere-Liye selalu sukses bikin saya nangis. Dulu, buku Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin sukses membuat saya menangis di bab pertama saya membacanya. Saya menangis di dalam bis dalam perjalanan dari Serang ke Depok.
Namun, buku Ayahku (Bukan) Pembohong ini baru membuat saya menangis tepat di akhir bab 25 dan masuk ke bab 26. Tapi sejak itu novel ini sukses membuat dada saya sesak dan nafas tersengal menahan air mata hingga akhir cerita.
(Saya langsung teringat ibu dan ayah, dan langsung terpikir untuk menulis cerita tentang mereka. Ya, agar suatu saat anak cucu saya dapat mengetahui asal usul ayah atau kakeknya dari mana.
Ya, untuk dokumentasi. Tidak seperti presiden, artis atau pesohor yang kehidupannya kebanyakan terdokumentasi dengan baik, kita sebagai orang biasa harus membuat dokumentasi sendiri).

"Nah, Dam, selamat melanjutkan hidup. Apa kata pepatah, hidup harus terus berlanjut, tidak peduli seberapa menyakitkan atau seberapa membahagiakan, biar waktu yang menjadi obat. Kau akan menemukan petualangan hebat berikutnya di luar sana." Kepala Sekolah. Hal 242

Seperti yang dituliskan oleh Sang Penulis bahwa novel ini bercerita tentang pencarian arti kebahagiaan yang sebenarnya. Bahwa kebahagiaan bukan hanya berupa hal-hal materil yang datang dari luar diri kita, yang kesemuanya itu hanya bersifat sementara, melainkan kebahagiaan itu datang dari dalam diri kita sendiri. Kebahagiaan timbul dari kesederhanaan.

Kamis, 01 Januari 2015

Happy New Year 2015

Bonne Année 2015 tout le monde!

Tahun 2014 ini hidup saya pergerakannya sangat fluktuatif sudah seperti roller coaster.

Awal tahun dibuka dengan sebuah langkah yang cukup besar, tapi ditutup dengan berbagai kegagalan.

Kegagalan-kegagalan ini sempat membuat saya, sebagai manusia biasa yang lemah tak berdaya di hadapan-Nya, mengalami stress berkepanjangan.

Untuk itu lah saya memutuskan pergi menyepi di sebuah pulau kecil di Selat Sunda untuk berkontemplasi akan hidup saya ke depannya.