It’s been almost a month since the graduation day on last august, and
it’s literally two months since I have officially graduated from college. Forget
the euphoria. The next part of my life is “What’s next? What am I gonna do with
this bachelor’s degree? Looking for job or continueing school?” The
obviously answer I know is “I don’t
really know what to do”.
At first, I had tons of plans. But in the end, I lost myself in those
plans. Ya, pada awalnya saya berharap setelah lulus dapat melanjutkan studi
S2, abroad dengan mencari beasiswa.
Namun, karena masa pelamaran beasiswa tersebut buka hanya pada bulan Mei, which is udah lewat beberapa bulan yang
lalu, What a pity, akhirnya saya
terpaksa menunda keinginan tersebut sampai periode berikutnya, tahun depan. Yeah, I obviously don’t know whether I will
take that opportunity or not.
Kemudian saya berusaha
menjalankan rencana saya yang kedua, yaitu melamar di Kementerian Luar Negeri
untuk posisi PDK (Pejabat Diplomat dan Konsuler), which I’ve been dreaming for since Junior High School. Agak nekat
juga sih sebenernya untuk seorang fresh graduate
minim pengalaman. Sedangkan yang daftar posisi ini ‘di luar akal sehat banget’.
But, I eagerly searched all about it, mengurus ini itu untuk keperluan
pelamaran. Belum lagi pengurusan SKCK dan Kartu Kuning yang sangat menguras
jiwa raga. Ditambah e-KTP saya hilang entah kemana. Namun, itu semua bukan
kendala berarti dan masih bisa ditangani. Yang paling membuat saya mulai merasa
bahwa perjuangan saya sia-sia adalah saya kembali harus dikecewakan karena ada
dokumen yang tidak bisa saya penuhi sebagai syarat untuk melamar posisi PDK
tersebut, yaitu Ijazah yang belum
keluar sedangkan masa pengiriman berkas deadline
pada tanggal 17 September. Gugur sudah harapan untuk melamar CPNS tahun ini. Okay, for this one I will definitely chase
it next year. Selanjutnya saya akan mengeksekusi rencana ketiga.
Life is a choice. Ya, semakin dewasa semakin banyak hal-hal yang
harus dipilih yang kesemuanya membingungkan. Setelah gagal menjalankan rencana
pertama dan kedua, tiba lah saatnya untuk menjalankan rencana ketiga, yaitu being a GO (Gentle Organizer) at Club Mediteranée Resort, Bali. Ya,
bisa dibilang ini sebagai opsi ‘terakhir’. Rencana untuk menjadi seorang GO ini
bukan tanpa alasan. Sebelumnya, tepatnya pada bulan Juli – Agustus 2012, saya
sempat menjadi GO part timer di Club
Med Bali, untuk posisi Mini Club (Childcare Coordinator). Terus, sekitar bulan
Februari, HRD Club Med, Jakarta Office menghubungi saya melalui e-mail menanyakan kemungkinan untuk saya
bergabung di Club Med untuk periode April pada posisi Bartender or Receptionist. Namun, karena pada saat itu saya belum
lulus kuliah, terpaksa saya tidak dapat bergabung. Kemudian saya bilang ke Pak
Ivan, HR Manager Jakarta Office bahwa saya baru lulus pada bulan Agustus.
Alhasil saya diberi opsi untuk bergabung pada periode November, kalau mau kata
Pak Ivan. Dan, akhirnya setelah dua rencana pertama gagal, saya memutuskan
untuk mengambil kesempatan untuk bergabung dengan Club Med ini. Saya akhirnya
menghubungi Pak Ivan melalui e-mail
dan memberitahukan Pak Ivan bahwa saya sudah ‘available’. Pada term ini,
saya kemudian ditawari oleh Pak Ivan untuk posisi Receptionist dengan kontrak satu tahun dan akan dimulai pada
November. Saya dibuat berpikir kembali dan menentukan pilihan hidup saya. Jika
saya mengambil posisi ini, maka dengan kontrak selama satu tahun tersebut,
kemungkinan untuk saya mendaftar beasiswa untuk master terpaksa dibatalkan.
Kemudian, saya juga terancam kembali tidak bisa melamar sebagai CPNS di Kemenlu
karena periode pendaftaran tutup pada September sedangkan kontrak baru berakhir
pada bulan November. Saya menanyakan kemungkinan untuk bekerja kontrak selama
enam bulan saja, namun tidak bisa. Saya kembali dipusingkan dengan pilihan
hidup. To me, join this company as a GO not only means I’ll get a job but this is my
chance to develop my skills, my language skills both english and french. Work at an international company with an
international ambiance, means opportunities to prove myself that I have the
ability. Pada awalnya, saya berharap dengan meningkatnya kemampuan bahasa
Inggris dan Perancis saya dengan bekerja sebagai GO, dapat menjadi modal saya
ketika mendaftar di Kemenlu nantinya. Tapi keputusan berat harus diambil. Setelah
berkonsultasi dengan kedua orang tua, terutama ibu saya, ditambah dengan sholat istikharoh meminta
petunjuk kepada Sang Maha Pencipta, Alla Aza wa Jalla, akhirnya dengan berat
hati saya memutuskan untuk membatalkan keinginan untuk bekerja sebagai GO. Ada
banyak alasan yang diberikan oleh orang tua dan pacar saya, di antaranya adalah
jarak Bali dan Jakarta. Well, actually
this is not a good reason since there’s a thing called technology to break away
the obstacles. Hal kedua yang menjadi alasan orang tua saya ‘agaknya’ tidak
mengizinkan adalah hal yang cukup prinsipil. Ya, saya tidak bisa berbuat apa-apa.
Toh ridho orang tua adalah yang
utama. Saya akhirnya, dengan sedikit penyesalan dan rasa bersalah, mengirimkan e-mail permohonan maaf kepada Pak Ivan
atas pembatalan tersebut. – Semoga diganti dengan yang lebih baik oleh Allah
SWT. Aamiin –
Setelah semua rencana yang telah
saya susun cukup matang tersebut belum dapat (kalau tidak mau dikatakan tidak)
terlaksana, saya ‘dipaksa’ untuk menyusun rencana-rencana lain yang dapat mendukung
rencana awal saya yaitu: melanjutkan studi S2 atau melamar PDK Kemenlu. Saya
berencana untuk mencari pekerjaan yang tidak terlalu ‘mengikat’, sehingga suatu
waktu saya bisa keluar secara baik-baik. Saya juga berjanji pada diri saya
untuk mempersiapkan diri dengan belajar, terutama meningkatkan kemampuan bahasa
Inggris dan Perancis saya. And now, I’m
still looking for a job.
Well, to me life is a choice. Life is also about how you compromise
with the situation, circumstance, and things that happen in your life.